Dalam rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) Komnas Perempuan bekerja sama dengan UN Women menyelenggarakan acara bertajuk Come Together To End Violence Against Women: Memanusiakan Perempuan pada hari Selasa, 27 November 2018 bertempat di @America. Acara ini dibuka dengan sambutan dari Manu Bhalla, Deputy Director of EAP Maritime Asia Bureau dan Wakil Ketua Komnas Perempuan, Budi Wahyuni. Acara ini menghadirkan Lily Puspasari (Programme Specialist UN Women), Siti Ma'zuma (Direktur Lembaga Bantuan Hukum Apik Jakarta), dan Velove Vexia (Artis dan penulis) sebagai narasumber, dan dipandu oleh Mariana Amiruddin sebagai moderator "16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan merupakan perjuangan para perempuan", ujar Lily Puspasari sesaat setelah acara diskusi dimulai. Mewakili UN Women, Lily Puspasari menyampaikan tema global dari 16HAKTP tahun ini yaitu #HearMeToo. Dalam upaya menghentikan kekerasan terhadap perempuan, Lily menyampaikan bahwa kekerasan merupakan suatu hal yang tidak wajar dan merupakan utang peradaban. Lily menegaskan bahwa sudah sepatutnya perempuan tidak mendapatkan kekerasan dalam bentuk apapun dan dari siapapun. Kampanye tahun ini menegaskan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan perlu didengar dan mendapatkan dukungan dari setiap elemen. Siti Ma'zuma, Direktur LBH Apik Jakarta, membagikan pengalamannya sebagai pendamping hukum dari para korban kasus kekerasan terhadap perempuan. LBH Apik sendiri merupakan lembaga yang memiliki fokus kerja untuk kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Perempuan yang akrab dipanggil Zuma ini menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2017 hingga 2018, LBH Apik telah menerima 648 beragan kasus kekerasan terhadap perempuan seperti kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, dan kekerasan dalam pacaran. Berdasarkan pengalamannya sebagai pendamping hukum para korban kasus kekerasan terhadap perempuan, Zuma menjelaskan bahwa orang-orang di sekitar korban dan lingkungan sangat memiliki peranan penting bagi korban dalam menghadapi kasus yang dialaminya. Apabila orang-orang sekitar dan lingkungan korban tidak memberikan dukungan bagi korban maka korban akan semakin terpuruk dan enggan untuk memproses kasusnya lebih lanjut di ranah hukum. Menyambung dua narasumber sebelumnya, Velove Vexia, menceritakan bahwa dirinya mulai tertarik tentang isu kekerasan terhadap perempuan pada usia remaja saat dirinya sering mendengar pelecehan yang dialami oleh teman-temannya. Sejak saat itu, Velove menjadi lebih peka terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan juga berupaya membantu gerakan untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan melalui media sosial yang dimilikinya. Velove menyatakan bahwa media sosial memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya menghentikan kekerasan terhadap perempuan. Sebagai publik figur, Velove mengatakan bahwa dirinya tidak hanya mengampanyekan gerakan anti kekerasan terhadap perempuan di media sosialnya tetapi juga berupaya menjadi contoh bagi masyarakat. Ketiga narasumber pun sepakat bahwa menjadi pendengar bagi para perempuan korban kekerasan merupakan elemen penting untuk membantu. Memberikan dukungan dalam bentuk apapun juga sangat berarti dan akan membantu proses pemulihan korban. Zuma mengatakan bahwa ketika korban didengar dan didukung oleh orang-orang sekitarnya, maka korban pun akan bersemangat untuk melanjutkan proses hukum kasusnya untuk mencari keadilan. Pada acara ini juga ditayangkan video yang menampilkan Velove membacakan puisi karyanya untuk para korban kekerasan terhadap perempuan, serta video kampanye dari UN Women yang di dalamnya menampilkan para aktor dan artis Indonesia untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan. (Bella Sandiata) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |