Kamis (28/6) bertempat di Hotel Sari Pacific Jakarta , Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengadakan acara diskusi yang berjudul “Merajut Masa Depan Pangan Laut Indonesia”. Acara ini memuat banyak agenda dalam dunia perikanan dan kelautan salah satunya adalah kesejahteraan pekerja perikanan. Susan Herawati, Sekertaris Jenderal Kiara membuka acara dengan memaparkan berbagai masalah yang terjadi pada sektor perikanan. Masalah yang dipaparkan bukan hanya tentang stok ikan yang tersedia di laut, tetapi juga soal buruh perikanan yang tidak mendapatkan kesejahteraan. Susan menyatakan bahwa dunia perikanan menyimpan pelanggaran hak buruh dan diskriminasi gender. Penelitian yang dilakukan oleh Kiara pada sektor perikanan khususnya buruh pengelola udang menunjukan bahwa masih banyak buruh dalam sektor perikanan yang tidak dibayar sesuai Upah Minimum Regional (UMR). Terlebih lagi kebijakan yang diimplementasikan tidak mendorong hak pekerja sesuai dengan kebijakan manusiawi. “Seolah kita tidak sadar bahwa di meja makan harus ada makanan bukan politik. Bahwa kita hidup dengan makan bukan dengan politik. Bahwa kita berkumpul untuk makan bukan karena kekosongan pangan. Mari kita jujur bahwa pangan adalah hal penting”, tegas Susan Herawati.Baginya isu pangan adalah isu yang penting untuk dibicarakan. Pada acara tersebut terdapat pemutaran film yang berjudul Memanusiakan Manusia. Film tersebut memaparkan berbagai informasi tentang kehidupan pekerja di sektor pengelolaan udang yang sering tidak diperlakukan layaknya seorang pekerja profesional. Dalam proses seleksi sebagai buruh pabrik pengelolaan udang, calon buruh melewati ujian atau tes masuk sesuai dengan prosedur sebagaimana mestinya. Tetapi ada peraturan yang sejatinya tidak progender seperti tes kehamilan untuk memastikan bahwa calon pekerja sedang tidak dalam keadaan hamil. Hal ini diberlakukan bukan karena ada kepentingan yang etis, tetapi hal ini diberlakukan dengan alasan tidak adanya dispensasi maupun cuti hamil untuk buruh di pabrik pengelolaan udang. Tidak lengkapnya fasilitas seperti sedikitnya jumlah toilet, tidak adanya baju penghangat untuk pengelola udang beku, serta tidak disediakannya waktu yang cukup untuk pergi ke toilet membuat para buruh pengelola udang mengalami berbagai penyakit seperti keram tangan karena kedinginan dan infeksi saluran kencing karena menahannya terlalu lama. Dr. Mas Achmad Santosa S.H, LL.M., Koordinator Staff Khusus Satgas 115, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa saat ini pemerintah berupaya untuk membuat kebijakan yang berlandaskan hak asasi manusia yang tentu di dalamnya harus berisi tentang upah yang sesuai UMR, lingkungan kerja yang nyaman, jam kerja yang sesuai kontrak dan menghapuskan perbudakan modern dan perbudakan anak.Menurutnya hal ini tidak mudah, sebab kementerian tidak bisa bekerja sendiri. Oleh karena itu, kementerian akan sangat terbuka dengan berbagai informasi yang diberikan oleh NGO seperti yang Kiara lakukan. Sementara itu, Irjen. Pol. Sugeng Priyanto, Direktur Jenderal Pengawasan Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan bahwa dalam pengawasan tenaga kerja terjadi begitu banyak hambatan, salah satunya adalah kurangnya jumlah pengawas yang tersedia. Sehingga, implementasi kebijakan yang berlandaskan hak asasi manusia tidak dapat dirasakan oleh banyak buruh karena banyaknya oknum nakal. Acara “Merajut Masa Depan Pangan Laut Indonesia” diadakan sekaligus untuk meluncurkan “Kampanye Di Balik Barcode”. Kampanye ini diluncurkan bersama hasil riset yang dilakukan oleh Kiara yang menunjukkan bahwa sektor perikanan khususnya pengelolaan udang merupakan sektor yang sangat mendukung perekonomian Indonesia, karena Indonesia merupakan eksportir udang terbesar keempat di dunia setelah India, Thailand, dan Vietnam. Akan tetapi, sektor ini pula yang terang-terangan menyalahi aturan ketenagakerjaan. Dari hasil penelitian yang dipaparkan terdapat informasi bahwa sebuah swalayan di Belanda yaitu supermarket Albert Heijn yang dimiliki oleh Ahold Delhaize memasarkan udang yang diimpor dari Indonesia dengan harga €5 setiap 225g dan buruh yang bekerja pada pabrik pengelolaan udang dibayar €0.02 Euro setiap mengupas 225g udang. Hasil penelitian Kiara menemukan bahwa swalayan bisa berkontribusi pada kesejahteraan buruh pengelolaan udang sebab sering ditemukan terjadi pemasaran langsung kepada beberapa swalayan di Eropa, Amerika, dan Jepang. Oleh karena itu, kampanye “Di Balik Barcode” sangat bisa menjadi acuan apabila kita hendak membantu kesejahteraan para buruh pengelola udang dan buruh sektor perikanan lainnya. Kita dapat membantu kiara untuk mengangkat isu kesejahteraan buruh perikanan pada tahap yang lebih tinggi lagi dengan mengisi petisi pada “dibalikbarcode.org”. (Iqraa Runi) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |