Keterlibatan perempuan dalam kegiatan kebangsaan masih minim. Upaya pengarusutamaan gender sering kali diwarnai partisipasi perempuan yang bersifat tokenistik dan penuh dengan kekerasan. Dalam rangka mendorong kesadaran dan diskusi mengenai isu ini, Jurnal Perempuan menyelenggarakan kelas Feminisme dan Filsafat (KAFFE) Juni 2024 bertajuk “Kekerasan Terhadap Perempuan Oleh Negara” yang diadakan pada Selasa (11/6/2024) melalui Zoom Meeting. KAFFE ini mengundang Rocky Gerung, seorang akademisi filsafat, sebagai pembicara yang dapat memberikan perspektif kritis dan mendalam mengenai peran negara dalam kekerasan terhadap perempuan. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring ini dipandu oleh Retno Daru Dewi G. S. Putri (Redaksi Jurnal Perempuan). Melalui kegiatan ini, Jurnal Perempuan bersama-sama mengajak peserta untuk merefleksikan serta pentingnya gerakan feminisme dalam advokasi dan perlindungan hak-hak perempuan.Dalam paparannya, Rocky Gerung menegaskan bahwa perempuan bertahan dalam hidup mereka karena tidak mampu mencapai harga minimal yang ditentukan oleh pemerintah. Ia menyatakan bahwa selalu ada ancaman bahwa beban perempuan disebabkan oleh kesalahan dalam pengaturan kebijakan. Seharusnya, pemerintah mengalokasikan sejumlah uang untuk mendukung anggaran kesehatan bagi perempuan. Dengan demikian, jika kita melihat kebijakan negara, sering kali kebijakan tersebut berakibat pada pemiskinan perempuan. Oleh karena itu, parlemen seharusnya memiliki fokus yang mengutamakan kesejahteraan perempuan.
Pembicaraan mengenai pernikahan anak dan peraturan di daerah menunjukkan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sering kali lebih fokus pada pengembalian modal yang mereka keluarkan selama kampanye daripada membahas kebijakan-kebijakan penting. Sejak awal menjadi anggota DPR, prioritas mereka bukanlah menyelesaikan masalah, termasuk isu-isu perempuan dan perkawinan anak, melainkan mencari cara agar modal mereka kembali terlebih dahulu. Akibatnya, isu-isu tentang reproduksi, kesehatan perkawinan, dan hak sosial anak sering kali terabaikan. Negara harus mewajibkan semua partai politik, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk memiliki kurikulum tentang kesetaraan gender, papar Rocky. Dalam dunia saat ini, isu perempuan sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan dan keadilan. Rocky juga menegaskan, berbicara tentang feminisme berarti membicarakan status ideologi yang berakar pada keyakinan tentang keadilan. Feminisme bukan hanya tentang kepentingan perempuan, tetapi juga tentang kepentingan laki-laki yang mungkin merasa terganggu atau tersinggung jika keadilan tidak dapat mereka peroleh dengan semestinya. Seorang laki-laki yang mampu menghasilkan prinsip keadilan dengan sendirinya adalah seorang feminis. Ini yang dimaksud dengan konstruksi sosial dari feminisme. Jadi, feminisme bukan hanya tentang perempuan, tetapi tentang keadilan. Merunut pada sejarah, feminisme dimulai karena ketidakadilan yang dialami perempuan sejak abad pertengahan. Oleh karena itu, teori feminisme adalah salah satu teori keadilan yang paling lengkap dan komprehensif karena mempertimbangkan penderitaan perempuan dalam lintas zaman. Perempuan mengalami ketidakadilan sejak bangun pagi. Pertama-tama, mereka harus menengok dompetnya untuk memastikan cukup-tidaknya uang untuk biaya hidup anak-anaknya. Setelah itu, mereka harus mulai mengatur dirinya sendiri, berpakaian rapi, bercermin, dan menjaga penampilan. Dalam sehari, perempuan bisa mengganti baju hingga lima kali hanya untuk melayani kepentingan publik, karena perempuan diharuskan tampil sesuai norma kesusilaan masyarakat. Sekali lagi, peradaban membebani perempuan secara berlebihan. Dalam pemaparannya, Rocky menyoroti bahwa keadilan yang paling otentik datang dari pengalaman perempuan. Hal ini karena semua aktivitas politik dan ekonomi yang paling rentan dialami oleh kaum perempuan. Oleh karena itu, individu-individu yang bergerak di dunia politik perlu mendengarkan keluhan perempuan, dimulai dari perempuan yang duduk di dalam partai politik. Mereka harus berupaya mengaktifkan suara perempuan tetapi terhalang oleh berbagai arogansi. Rocky percaya bahwa jika isu ini terus digaungkan, suara perempuan akan didengarkan. Perempuan yang masuk ke dunia politik berjuang untuk hak-hak perempuan dan hak-hak republik. Semua undang-undang harus memperhatikan semua aspek, baik sifat publik maupun sifat privat. Negara yang mengambil jalan sosialistik harus memahami bahwa rahim perempuan adalah milik pribadi, demikian juga status sebagai istri yang tidak bergantung pada korporasi. Negara ini idealnya didesain untuk menghasilkan keadilan sosial. Jadi, jika perempuan didukung dengan undang-undang yang dapat memberikan jatah cuti hamil, maka hak-hak perempuan lainnya juga harus dipenuhi oleh negara. Ini adalah tantangan bagi pembuat undang-undang, yang harus memahami bahwa kebijakan publik memerlukan analisis kebijakan sosial. Secara spesifik, negara sering kali gagal mengaktifkan keadilan sosial. Ketika kita berbicara tentang publik dan perempuan, sering kali dominasi laki-laki yang muncul. Kekerasan terhadap perempuan bisa dikatakan sebagai bentuk pemiskinan perempuan oleh negara. Perempuan semakin dipinggirkan salah satunya untuk memudahkan penguasa dan korporasi melakukan mengeksploitasi alam. Hal ini terjadi di berbagai belahan dunia, pun dengan di Indonesia. Masih jelas di ingatan bagaimana ibu-ibu Kendeng dan Wadas mempertahankan lingkungan hidupnya dari jeratan tambang. Diskusi ini menjadi ajang untuk mengadvokasi hak-hak perempuan dan mempersoalkan hal-hal yang menghalangi mereka untuk bertumbuh. Keadilan yang diperjuangkan harus berbasis pada pengalaman manusia, khususnya pengalaman hidup perempuan. Keadilan adalah nilai otentik perempuan untuk masa depan mereka. (Merlinda Santina Ximenes) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |