Belasan anggota komunitas Jejer Wadon yang terdiri dari gabungan perempuan aktivis di Solo membaca puisi di Museum Radya Pustaka, Selasa (17/2/2015). Pembacaan puisi ini adalah bagian dari acara pagelaran seni untuk memperingati hari jadi kota Solo 24 Jam Taman Perdikan Gede Sala yang dimeriahkan oleh 75 seniman. Dimulai dengan pembacaan puisi oleh Puitri Hati Ningsih dengan judul “Salam Terakhir” buah karya Hartoyo Andangjaya, kemudian disusul Nuning Woro yang membaca dan melagukan dua judul puisi karya Wiji Thukul yakni “Pernyataan” dan “Bunga dan Tembok”. Beberapa aktivis lainnya seperti Arini, Elizabeth Yulianti Raharjo dan Saifuddin Hafiz membacakan puisi-puisi yang diambil dari Antologi terbitan Jejer Wadon yakni Merawat Ingatan Rahim, Puisi Tragedi Mei 1998. Pembacaan puisi juga diiringi oleh performa tarian tubuh oleh tiga perempuan seniman berasal dari Serbia, Spanyol dan Polandia di bawah asuhan budayawan Suprapto Suryodarmo. Kepada Jurnal Perempuan, Suprapto Suryodarmo sebagai penyelenggara acara menyatakan alasannya menggandeng para perempuan aktivis yang tergabung dalam komunitas Jejer Wadon,”Kita itu sampai kadang-kadang, yang aktivitas budaya laki-laki lupa untuk mengajak aktivis perempuan. Maka kemudian saya menghubungi Nunung Purwanti atau biasa dipanggil Mak’e untuk Jejer Wadon berperan serta dalam acara ini,” tutur Suprapto Suryodarmo. Pada acara pembacaan puisi yang berdurasi dua jam tersebut juga dimeriahkan oleh penampilan Pin Wiyatno atau biasa disapa Mbah Pin, seniman asal Sragen dengan membaca puisi panjang karya WS. Rendra yang berjudul “Namaku Suto”. Di sesi terakhir, Nurul Sutarti dari Jejer Wadon membaca puisi yang ditulis oleh Nunung Purwanti dengan judul “Namaku Sarah”. Puisi “Namaku Sarah” ditulis dengan singkat di tengah acara oleh Nunung Purwanti dan mampu membuat penonton terkesima, sebelum akhirnya seorang dalang yang tengah memegang wayang tokoh seorang Ibu menyanyikan lagu daerah “Wiwit Aku Isih Bayi”. Puisi “Namaku Sarah” bercerita tentang tragedi kekerasan dalam rumah tangga di tengah budaya patriarki. “Sesuai dengan kampanye kita untuk menyuarakan stop kekerasan pada perempuan dan anak, puisi ini serasa mewakili,” pungkas Nurul Sutarti. (Astuti Parengkuh) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |