PERNYATAAN PERS EKSAMINASI PUBLIK ATAS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 30-74/PUU-XII/2014 TENTANG BATAS USIA PERKAWINAN Hari ini tanggal 25 Februari 2016 LBH APIK Jakarta melalui jaringan perempuan dan jaringan pemerhati anak melakukan Eksaminasi Publik atas putusan Judicial Review Mahkamah Konstitusi No 30-74/PUU-XII/2014 di Hotel Acacia Kramat Raya.
Menurut Ratna Batara Munti, direktur LBH APIK Jakarta, Eksaminasi ini dilakukan karena putusan MK tersebut menarik perhatian publik, pro dan kontra dalam masyarakat, serta terdapat dissenting opinion, sehingga LBH APIK Jakarta sebagai bagian masyarakat sipil yang memperjuangkan hak-hak anak perempuan memandang penting untuk menguji kualitas putusan. Dari sisi hak-hak anak perempuan, putusan tersebut diskriminatif, berpotensi menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap anak perempuan, dan menghambat akses hak-hak dasarnya. Salah satu dampak dari pernikahan anak adalah tertutupnya akses pendidikan, sedangkan anak mendapatkan haknya untuk belajar 12 tahun wajib belajar. Namun faktanya, anak yang dinikahkan terhenti keberlanjutan pendidikannya. Eksaminator dalam Eksaminasi Publik ini adalah Prof. Irwanto (Akademisi), Ibu Erna Sofwan (Mantan Hakim Pengadilan Negeri tahun 1964-2001), Ibu Nursyahbani Katjasungkana (Pengacara Publik, Aktivis HAM Perempuan). Acara ini dihadiri oleh pihak-pihak terkait yaitu Komnas HAM, Ombudsman RI, BPMPKB Provinsi DKI Jakarta, KUA, Pengadilan Agama Se-DKI, Pengadilan Negeri se-DKI, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta, Pengadilan Tinggi Jakarta, Mahkamah Konstitusi, Kepolisian, Jaringan perempuan dan pemerhati anak. Eksaminator, Ibu Erna Sofwan Sjukrie, SH menyampaikan bahwa dengan ditolaknya Judicial Review tentang usia perkawinan oleh MK sangat bertolak belakang dengan pasal 26 1(c) UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Anak menurut pasal 1 UU Perlindungan anak adalah 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Eksaminator lainnya, yaitu Prof. DR. Irwanto, Ph.D sebagai Pakar Bidang Perlindungan Anak sangat menyesalkan, dan MK sebaiknya sebagai kelengkapan negara berbasis rencana pembangunan nasional yang dilandasi oleh Konstitusi dan bukan oleh kitab suci. Sedangkan Eksaminator, Ibu Nursyahbani Katjasungkana, SH sebagai aktifis HAM/Ahli Hukum dengan tegas, menyatakan para hakim konstitusi itu juga lupa bahwa hukum kolonial (Pasal 288 KUHP) ada ketentuan bahwa menikahi perempuan dibawah umur adalah kejahatan. Belanda sejak 100 tahun lalu sudah mampu melakukan intervensi berdasarkan fakta sosial tetapi mengapa kita tidak bisa? 25/2/2016 06:16:48 pm
Sayang sekali, padahal hamil muda masuk kategori kehamilan yang berbahaya Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |