Senin (22/5) Jurnal Perempuan menggelar Gathering Sahabat Jurnal Perempuan (SJP) bagi para SJP Papua di Jayapura. Acara yang berlangsung di kantor Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) ini selain diikuti oleh SJP juga dihadiri oleh mitra kerja YPKM dan diisi dengan sharing pengalaman pendampingan dan penguatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak selama ini. Dokter Fitri Riadini yang sejak 2013 bertugas sebagai dokter kebidanan dan kandungan di Jayapura, mengungkap pada tahun 2006/2007 ditemukan 2 persen kasus HIV/AIDS pada populasi umum di Papua yakni pada ibu rumah tangga atau bukan kelompok berisiko tinggi. Situasi tersebut membuat Ria merasa terpanggil dan mendorongnya untuk melanjutkan studi mendalami bidang kebidanan dan kandungan. Ria menuturkan akses informasi dan layanan kesehatan sangat terbatas terutama pada masyarakat dengan pendidikan rendah, sehingga biasanya mama-mama datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk berbagai kasus, baik kesehatan reproduksi maupun kesehatan secara umum sudah dalam kondisi yang buruk, maka pelayanan kesehatan yang diberikan lebih bersifat kuratif, pengobatan dan rehabilitatif. Sementara seharusnya akses kesehatan dimulai dari tingkat promotif dan preventif. Untuk itu Ria mengajak rekan-rekan kerjanya di YPKM untuk meningkatkan layanan kesehatan yang bersifat preventif dan promotif agar akses tersebut dapat terbuka. Maka kemudian mereka mencoba melakukan pendekatan kelompok di gereja maupun di kampung-kampung. Masalah yang mereka hadapi sangat banyak, yakni terkait dengan aspek budaya, agama, kondisi geografis, dan pendidikan. Lebih lanjut Joiz Erlely dari YPKM menuturkan lembaganya mendampingi perempuan dengan HIV/AIDS, sebagian dari mereka putus sekolah dan 80 persennya berganti-ganti pasangan. Joiz menuturkan kadang perempuan yang ditawari untuk melakukan tes VCT (voluntary counseling and testing) merasa perlu untuk meminta izin pada suami terlebih dahulu dan bila suami tidak mengizinkan, maka perempuan tersebut batal melakukan VCT, dengan kata lain keputusan terkait kesehatan reproduksinya juga ditentukan oleh sang suami. Persoalan yang dihadapi dalam melakukan pendampingan adalah terdapat perempuan yang memiliki karakteristik mobilitas yang tinggi yang berpengaruh terhadap konsistensi dalam pemeriksaan dan pengobatan yang harus dilakukan secara terjadwal. Karena itu, Joiz menuturkan lembaganya berupaya untuk melibatkan keluarga pasien dalam proses pengobatan. Sementara untuk perempuan yang bekerja sebagai pekerja seks, meskipun pihaknya selalu menganjurkan agar mereka meminta pelanggannya menggunakan kondom, tetapi hal tersebut tidak selalu dilakukan. Saat ini Joiz dan rekan-rekannya di YPKM berupaya untuk mengubah pola pikir kelompok dampingannya bahwa kesehatan merupakan hal yang penting, sehingga kesadaran untuk melakukan pengobatan ketika sakit datang dari diri sendiri, dan bukan karena ada dorongan dari LSM atau yang lainnya. Sementara itu, Mama Mientje Uduas dari KKW-Papua menuturkan di daerah dampingannya di wilayah di dekat perbatasan masyarakat masih sering menjodohkan anaknya meskipun usianya masih sangat muda dan paman punya peran untuk menentukan perkawinan, bukan orang tuanya. Selain itu di daerah tersebut masih terdapat kebiasaan yang tidak memperbolehkan perempuan melahirkan di rumah, mereka harus dibawa ke pinggir sungai dan melahirkan di sana seorang diri. Sementara itu, kekerasan dalam rumah tangga juga banyak terjadi yang salah satunya dipicu oleh minuman keras. Karena itu, Mama Mientje berupaya untuk membangun kesadaran masyarakat tentang relasi gender yang setara. Anita Sihombing dari DPPPA-KB (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana) Provinsi Papua mengatakan pergantian kepala daerah akan berpengaruh terhadap perubahan regulasi dan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan melahirkan kebijakan yang campur aduk. Karena itu, menurutnya data sangatlah penting sehingga DPPPA-KB melakukan pendataan profil gender dengan data terpilah bekerja sama dengan BPS (Badan Pusat Statistik). Anita yang sebelumnya aktif di LP3A (Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Papua menuturkan kasus kekerasan berbasis gender di Papua cukup banyak, selain itu masih terdapat juga kebiasaan kawin tukar dan di sisi lain pengetahuan perempuan tentang organ dan kesehatan reproduksi sangat terbatas. Untuk itu upaya untuk mendorong adanya Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) Perlindungan Perempuan dan Anak terus dilakukan dan tahun 2013 lahir peraturan daerah tersebut. Pertemuan sore itu diakhiri dengan komitmen dari masing-masing lembaga untuk melakukan pertemuan kembali tiga bulan mendatang guna menguatkan jaringan yang fokus pada isu kesehatan reproduksi. (Anita Dhewy) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |