Sabtu (23/2), Jurnal Perempuan menggelar gathering perdana Sahabat Jurnal Perempuan (SJP) di tahun 2019. Bertempat di kediaman Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, acara ini bukan hanya sekadar pertemuan rutin belaka, namun juga wadah untuk berdiskusi mengenai isu-isu perempuan dan keadilan gender di Indonesia saat ini. Pada gathering kali ini, Jurnal Perempuan mengajak para SJP untuk mendiskusikan perjuangan dan pro-kontra pengesahan “RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” bersama Mariana Amiruddin, M.Si (Komisioner Komnas Perempuan). Gathering SJP dimulai dengan sambutan oleh Prof. Sulistyowati Irianto selaku tuan rumah. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan dukungan serta harapan untuk Jurnal Perempuan agar terus hidup dan giat memproduksi ilmu pengetahuan. Prof. Sulis, yang juga merupakan Dewan Redaksi Jurnal Perempuan, mengungkapkan bahwa penting bagi generasi muda untuk turut merawat kualitas dan menjaga keberlangsungan JP sebagai satu-satunya jurnal feminis di Indonesia. “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua staff dan penulis Jurnal Perempuan yang berkontribusi dalam memproduksi pengetahuan melalui tulisan-tulisannya,” tutur Prof. Sulis. Kemudian, acara dilanjutkan dengan pemaparan program dan penerbitan oleh Dr. Atnike Nova Sigiro, Diretur Eksekutif Jurnal Perempuan. “SJP tidak hanya komunitas berlangganan jurnal, namun juga komunitas yang bergerak bersama untuk mendukung cita-cita pemajuan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender,” tutur Atnike. Atnike juga menginformasikan bahwa JP 100 Pemikiran dan Gerakan Perempuan, akan segera terbit di bulan Maret sebagai upaya untuk menghadirkan suasana reflektif terhadap pemikiran serta gerakan perempuan di Indonesia dalam 20 tahun terakhir, khususnya semenjak reformasi 1998. Atnike juga menjelaskan beragamnya tema atau isu yang diangkat dalam terbitan Jurnal Perempuan bukan hanya sebagai bukti bahwa persoalan gender di Indonesia masih banyak, tetapi juga merupakan upaya pengembangan teoritik dan advokasi guna menghadirkan perspektif feminisme yang dapat menjawab tantangan persoalan kontemporer. Ia menyebutkan judul terbitan JP selama tahun 2017, yaitu JP 96 Feminisme dan Cinta, JP 97 Hukum Pidana dan Ketimpangan Gender, JP 98 Perempuan dan Kebangsaan, dan JP 99 Perempuan dan Ekonomi. Perawatan. “Misalnya pada JP 97, kami mengangkat isu hukum pidana dan ketimpangan gender, mengingat pada waktu itu ada urgensi untuk menjelaskan dan menghadirkan pada publik tentang pasal-pasal yang diskriminatif dalam rancangan kitab hukum pidana,” tutur Atnike. Setelah paparan program dari Atnike, acara dilanjutkan dengan mendengar pendapat maupun kritik dari Sahabat Jurnal Perempuan (SJP) sebagai bagian dari JP. Sjamsiah Achmad, seorang aktivis perempuan, memberikan saran kepada JP agar dapat hadir dan memberikan pendidikan kesetaraan gender kepada instansi pemerintah, mengingat masih banyaknya kebijakan diskriminatif dalam berbagai aspek. Selaras dengan kritik tersebut, Riris W. Widati turut memberikan masukan agar Jurnal Perempuan melakukan kerjasama dan pelatihan kepada anggota DPR, sehingga lembaga negara tersebut dapat memahami kondisi perempuan dan ketimpangan gender di Indonesia. Selain itu, beliau juga menyampaikan usulan agar program Kajian Filsafat dan Feminisme (Kaffe) dapat diakses secara daring. Terakhir, masukan kepada Jurnal Perempuan juga diberikan oleh Subeti Makdriani, pustakawan utama Perpustakaan RI, untuk memanfaatkan ruang dan fasilitas teknologi di Perpustakaan Nasional sehingga Jurnal Perempuan dapat memberikan sosialisasi terkait dengan isu-isu kesetaraan gender kepada publik. Acara ini disambung dengan pemaparan data dan perkembangan SJP oleh Himah Sholihah, selaku koordinator SJP. Himah melaporkan bahwa Januari 2019, tercatat ada 487 orang anggota aktif SJP, yang terdiri dari 107 orang laki-laki dan 380 orang perempuan. “SJP juga telah berhasil merangkul hampir seluruh bagian di Indonesia, kecuali Kalimantan Utara, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara, serta mancanegara, seperti Norwegia dan Australia”, jelas Himah. Ia melanjutkan bahwa ragam pembaca Jurnal Perempuan masih didominasi oleh akademisi, LSM dan pegawai pemerintah. Himah juga menjelaskan bahwa Jurnal Perempuan juga terus mencoba mengenalkan jurnalnya ke daerah-daerah terpencil. Setelah pemaparan tentang program dan SJP, acara dilanjutkan dengan diskusi mengenai perkembangan dan pro kontra RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Diskusi tersebut dimoderatori oleh Atnike Nova Sigiro. Diskusi ini dilatar belakangi oleh ramainya perbincangan dan kesalahpahaman tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Mariana sebagai pemantik diskusi menekankan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual murni bertujuan untuk melindungi korban kekerasan. Ia juga menyayangkan banyaknya informasi yang salah dan kurang tepat terkait perjuangan perempuan dalam mendorong lahirnya payung hukum bagi korban kekerasan seksual. Menurutnya, kurangnya ruang dialog dengan berbagai pihak dan masyarakat menjadi salah satu faktor banyaknya kesalahpahaman akan isi kandungan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Merespons isu ini, SJP yang hadir juga secara aktif menyuarakan pandangan, pendapat, dan pengalaman mereka. Di penghujung acara, Atnike menutup Gathering SJP dengan harapan agar SJP terus mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan menyebarkan pengetahuan berkeadilan gender. Selepas acara, antusiasme SJP tak kujung padam, berbagai dialog bernafaskan isu sosial dan keadilan gender terus dirajut oleh SJP dalam diskusi-diskusi informal. (Nadya Nariswari Nayadheyu) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |