
Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan paparan singkat tentang program SJP oleh Himah Sholihah. Menurut koordinator SJP yang biasa dipanggil Ima ini, mayoritas anggota SJP adalah perempuan dan hal ini menjadi tantangan JP untuk mengajak laki-laki turut berkontribusi dalam upaya dokumentasi pengetahuan. Lebih jauh ia menjelaskan bahwa beberapa SJP Bali adalah mereka yang pernah mengikuti International Conference on Feminism (ICF) di Jakarta pada September silam. Ima menyampaikan bahwa sudah ada 7 perwakilan toko buku SJP di berbagai daerah dan sekarang di Bali akan ada perwakilan toko buku SJP yaitu LBH APIK Bali. Kedepannya diharapkan produk-produk JP dapat tersebar luas sehingga dapat mencerahkan banyak masyarakat Bali. Setelah gathering ini, Ima selaku koordinator akan membuat group WhatsApp khusus SJP Bali agar saling mengenal dekat satu sama lain, sebelumnya group WhatsApp SJP Yogyakarta sudah dibuat untuk menjalin komunikasi yang baik. Setelah itu Anita Dhewy, Sekretaris Redaksi JP menjelaskan tentang terbitan JP selama tahun 2016, mulai dari isu pernikahan anak hingga status perempuan dalam STEM (Sains, Teknologi, Engineering & Math). Berbagai topik riset dalam JP juga dijelaskan oleh Anita sekaligus dengan terbitan YJP Press dan aktivisme JP di media sosial. Di era teknologi ini, penting bagi JP untuk juga aktif menyuarakan isu-isu perempuan melalui teknologi digital, website, media sosial, Youtube. Anita menjelaskan bahwa JP juga melakukan kampanye tentang penghapusan pernikahan anak melalui video grafis dan animasi yang disebarkan melalui Youtube dan social media. Kemudian Anita juga mengajak para SJP untuk berkontribusi memberikan tulisan, artikel maupun pengalaman khas perempuan Bali yang dapat disuarakan bersama JP.
Acara dilanjutkan dengan mendengar masukan dari SJP. Oka Rusmini sastrawan yang banyak menerbitkan novel yang mengangkat isu tentang persoalan khas perempuan Bali ini menceritakan bahwa perkenalannya dengan JP sudah sejak awal berdiri. Ia sangat mendukung kehadiran JP dan berharap JP dapat masuk di dalam ruang kelas, sekolah maupun universitas. Menurt Oka penting bagi perempuan dan anak perempuan untuk mengetahui ketidakadilan gender sejak dini. Masukan lain datang dari Sita Van Bemmelen seorang sejarawan, akademisi dan merupakan salah satu dewan pengawas LBH APIK Bali. Perempuan Belanda yang sudah lama bergelut dengan isu-isu perempuan ini memberikan masukan agar topik/isu yang akan dijadikan tema JP perlu disosialisasikan lebih awal sehingga penulis dapat mempersiapkan tulisan dengan baik. Kemudian Sita juga menambahkan bahwa penting bagi JP untuk dapat mandiri, tidak bergantung pada funding dan perlu dipikirkan kerjasama-kerjasama lainnya dengan media cetak mainstream. Selain itu Sita juga memberikan kritik sekaligus tantangan pada JP untuk dapat meraih lebih banyak perpustakaan dan Pusat Studi Wanita (PSW) di Indonesia untuk menjadi SJP. Hal yang berbeda dilontarkan oleh Cecilia, ia mengungkapkan bahwa tema-teman di komunitas akar rumput, lokal, perlu diberikan perhatian dan diajak berdiskusi mengenai sensitivitas gender sehingga JP dapat membumi. Lebih jauh Cecilia menganggap penting untuk membuat JP dengan bahasa atau format yang lebih populer.
Setelah mendengarkan masukan dari para SJP, Gadis Arivia menanggapi pertanyaan serta masukan dari SJP wilayah Bali. Gadis mengatakan bahwa JP telah memiliki format yang lebih populer yaitu di Blog JP dan Blog Feminis Muda dan diharapkan SJP dapat menulis di website tersebut. Ia menambahkan bahwa selama ini pendanaan memang menjadi hal yang krusial, namun program SJP yang digagas pada tahun 2011 ini sangat berpengaruh signifikan terhadap keberlangsungan JP. Program SJP adalah upaya JP untuk melibatkan pembaca untuk berkontribusi dalam dokumentasi, edukasi serta advokasi mengenai persoalan perempuan yang telah JP lakukan selama ini, maka dengan demikian JP adalah milik kita semua. Gadis berharap SJP Bali yang hadir di sini dapat melakukan diskusi kecil terkait isu-isu perempuan di wilayah Bali, sehingga SJP dapat mewakili JP di tingkat daerah. Gathering SJP wilayah Bali yang dihadiri oleh 17 orang itu diisi dengan diskusi mengenai hal-hal apa saja yang seharusnya JP lakukan di masa datang. SJP yang hadir sangat senang karena menurut beberapa SJP, mereka telah menantikan adanya Gathering SJP di Bali bukan hanya di Jakarta. Mereka berharap kedepannya JP juga dapat masuk di ruang-ruang kelas sekolah maupun universitas dan untuk di wilayah Bali, para SJP sangat antusias dan bersedia mendukung JP. (Andi Misbahul Pratiwi)