Diskusi Publik Kampanye Dukungan Pengesahan RUU PPRT: Menyoroti 20 Tahun Perjuangan yang Terabaikan23/7/2024
Pada Jumat (19/7/2024), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta bersama Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) yang diwakilkan oleh Anggi Ria Santi dan pegiat isu perempuan Rizki Mareta, menyelenggarakan diskusi publik dengan topik "Mengapa 20 tahun Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Diabaikan oleh DPR?" Acara ini berlangsung secara online di Zoom Meeting dan dihadiri oleh berbagai pegiat isu sosial dan pekerja rumah tangga yang memperjuangkan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Diskusi ini diadakan sebagai salah satu bentuk kampanye dukungan pengesahan RUU PPRT yang berfokus pada berbagai tantangan yang dihadapi pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia, yang kerap mengalami diskriminasi, kekerasan, rentan terhadap eksploitasi dan perbudakan modern, serta sering bekerja tanpa standar upah minimum. Hal ini menambah urgensi pengesahan RUU PPRT sebagai jaminan perlindungan hak pekerjaan, pelindungan hukum, dan keberlangsungan hidup PRT, terutama mengingat masa kepemimpinan DPR 2019-2024 sudah mendekati akhir. Rizki Mareta menggarisbawahi bahwa pengesahan RUU PPRT adalah perjuangan yang harus dituntaskan, dan anak muda memiliki peluang besar dalam mendukungnya melalui digitalisasi dan mobilisasi massa.
Peran penting anak muda dalam advokasi RUU PPRT, baik melalui demonstrasi langsung maupun kampanye di media sosial seperti dengan melakukan diskusi, webinar, siaran live Instagram, dan pembuatan konten kreatif lainnya di platform seperti TikTok dan Instagram. Disebutkan juga bahwa LBH APIK Jakarta bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) aktif mendampingi PRT yang mengalami kasus kekerasan dan diskriminasi. Pekerja rumah tangga menghadapi berbagai bentuk kekerasan dan pekerjaan, dalam banyak kasus, PRT juga harus melakukan pekerjaan secara berlebihan tanpa jam kerja yang jelas dan tanpa adanya perlindungan hukum yang jelas. Hal ini menambah urgensi pengesahan RUU PPRT sebagai jaminan perlindungan hak pekerjaan dan keberlangsungan hidup mereka. Salah satu tantangan dalam perjuangan pengesahan RUU PPRT adalah anggapan bahwa RUU PPRT bukanlah prioritas bagi para pengambil kebijakan atau negara, tidak terkesan seksi, sehingga banyak yang akhirnya merasa lelah kemudian keluar dari barisan perjuangan karena tidak kunjung disahkannya RUU PPRT. Selama dua dekade, berbagai bentuk kekerasan dalam pekerjaan sudah dialami oleh PRT, tetapi RUU ini belum juga disahkan. Setiap tahun, Hari Buruh seharusnya menjadi bagian dan momentum untuk memperjuangkan hak PRT, karena mereka juga bagian dari pekerja yang layak mendapatkan hak dan perlindungan yang jelas dari negara. Ketidakpedulian pemerintah dalam mengesahkan RUU PPRT sering kali disebabkan oleh adanya situasi pengecualian di mana negara menentukan prioritas berdasarkan kebutuhan pemegang kekuasaan, bukan berdasarkan urgensi perlindungan hak-hak pekerja. Kesenjangan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya pengesahan RUU PPRT juga menjadi salah satu penyebab minimnya dukungan dari masyarakat. Padahal, pelibatan atau peran PRT dalam kehidupan sehari-hari sangat berpengaruh pada kontribusi produktivitas ekonomi keluarga. RUU PPRT sesungguhnya juga berpengaruh spesifik pada kerja ibu rumah tangga. Peran ibu rumah tangga sangat berpengaruh pada produktivitas ekonomi keluarga dan kesejahteraan keluarga. Ibu rumah tangga juga adalah pekerja. Ibu rumah tangga sering tidak dianggap sebagai pekerja karena pekerjaan mereka tidak menghasilkan pendapatan langsung. Namun, pekerjaan mereka sangat penting untuk keberlangsungan produktivitas rumah tangga dan ekonomi keluarga. Dengan mengakui pekerjaan ibu rumah tangga sebagai pekerjaan ekonomi, kita dapat lebih menghargai kontribusi mereka dan memastikan bahwa mereka mendapatkan hak berupa dukungan, perlindungan, dan apresiasi yang layak. Oleh karena itu, penting untuk mengakui dan mendukung peran mereka melalui regulasi yang adil dan penghargaan yang layak. Pengesahan RUU PPRT akan menjadi langkah penting dalam memberikan perlindungan dan pengakuan yang pantas bagi pekerja rumah tangga, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup semua pihak yang terlibat. RUU PPRT tidak hanya penting bagi PRT, tetapi juga bagi para pemberi kerja. Kurangnya regulasi yang jelas mengenai pekerjaan rumah tangga dapat menyebabkan berbagai masalah yang merugikan kedua belah pihak. Pemberi kerja penting untuk mendukung pengesahan RUU PPRT karena tanpa hukum yang jelas, pemberi kerja rentan menjadi korban penipuan oleh agen penyalur pekerja yang tidak bertanggung jawab. RUU PPRT akan memberikan pedoman yang jelas mengenai hak dan kewajiban pemberi kerja dan PRT sehingga menjamin kepastian dan keamanan kerja. Salah satu argumen yang sering disampaikan oleh DPR adalah bahwa standarisasi PRT akan membuat sulit mencari PRT melalui sistem kekerabatan. Namun, ini merupakan bentuk manipulasi yang mengaburkan isu lebih besar terkait dengan upah dan kesejahteraan PRT. Sistem kesenjangan generasi terkait struktur ekonomi dan politik yang mempengaruhi isu PPRT dan hanya dominasi kalangan orang tua dalam memperjuangkan isu ini juga mempengaruhi kurangnya partisipasi anak muda. Untuk melibatkan lebih banyak anak muda, kekuatan media massa dan strategi kampanye yang kreatif sangat diperlukan. Kampanye yang efektif zaman sekarang seharusnya tidak hanya menggambarkan kesedihan dan penindasan, tetapi juga menunjukkan bagaimana keseharian PRT melawan dan melakukan inisiatif untuk bangkit. Kampanye dukungan pengesahan RUU PPRT seharusnya dapat dikemas lebih ringan namun menarik dan menyentuh sehingga mudah dipahami oleh anak muda. Contoh gerakan seperti Friday for Future yang dipelopori oleh Greta Thunberg bisa menjadi inspirasi untuk kampanye yang lebih dinamis dan mudah dipahami oleh anak muda. PRT di Indonesia memiliki keseharian dan perjuangannya yang beragam sehingga kampanye dukungan isu-isu yang dihadapi PRT di Indonesia perlu melibatkan pelekatan budaya setempat. Di daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, inisiatif perlawanan perempuan dilakukan melalui menenun. Kampanye perlu menyesuaikan dengan tantangan budaya setempat agar lebih mudah diterima dan dieksekusi. Advokasi yang melibatkan anak muda juga harus memberikan peran yang bermakna dan adaptif terhadap teknologi. Contoh lain gerakan perjuangan yang berhasil dari berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa aksi tidak hanya dilakukan secara online tetapi juga perlu dilakukan secara offline. Isu PRT sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita dan berkaitan dengan berbagai isu lainnya seperti UU Ciptaker dan UU TPKS. Pengesahan RUU PPRT akan mendobrak bias bahwa pekerjaan rumah tangga tidak bernilai ekonomi, tidak penting, dan tidak memerlukan keterampilan. Pada akhirnya, pengesahan RUU PPRT sesungguhnya tinggal selangkah lagi dan sangat memerlukan dukungan dari seluruh elemen masyarakat, terutama anak muda. Pada Senin mendatang, akan diadakan konferensi pers terkait RUU PPRT, dan pada 15 Agustus akan ada aksi besar untuk mendorong pengesahan RUU ini. Dukungan dari anak muda dengan cara-cara kreatif dan inovatif sangat dibutuhkan untuk memastikan RUU PPRT segera disahkan dan memberikan perlindungan yang layak bagi pekerja rumah tangga di Indonesia. (Putu Gadis Arvia) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |