
Ada 29 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan 173 individu dari berbagai latar belakang mendukung aksi pelaporan ini. LBH APIK dan LBH Jakarta berperan sebagai kuasa hukum untuk pelaporan kasus ini. Perempuan Indonesia Anti Kekerasan yang kemarin bertolak ke Polda Metrojaya, melaporkan DA dengan pasal 156 KUHP tentang ujaran kebencian di muka umum. Mereka sempat berdebat dengan aparat polisi terkait pasal tuduhan yang akan dipergunakan untuk menjerat DA. Kepolisian menganjurkan untuk menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menjerat DA dalam kasus ini. Tetapi, Perempuan Indonesia Anti Kekerasan menolak menggunakan pasal dalam UU ITE karena dianggap pasal karet yang sering kali disalahgunakan.
Helga Worotitjan, salah satu perwakilan Perempuan Indonesia Anti Kekerasan mengatakan bahwa pasal 156 KUHP lebih tepat digunakan untuk menjerat pelaku dalam kasus ini dibandingkan UU ITE yang kerap kali diselewengkan. “Kami bersikukuh untuk melaporkan DA dengan tuduhan pasal 156 KUHP karena UU ITE adalah pasal karet yang sering kali salah sasaran, bahkan banyak para kawan kami sesama aktivis sering kali dijerat dengan UU ITE ketika mereka menyatakan pendapatnya tentang ketidakadilan. Maka dari itu, kami akan tetap melaporkan kasus ini dengan tuduhan pasal 156 KUHP.” Perempuan Indonesia Anti Kekerasan telah menyelesaikan proses BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di Polda Metrojaya kemarin dan mengajak semua lapisan masyarakat untuk tetap mengawal kasus ini agar pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. (Naufaludin Ismail)