Terdapat setidaknya dua cara pandang ketika perempuan memilih pemimpin negara, yakni pertama didasarkan pada fanatisme sexim dan kedua pada fanatisme feminis value. Kedua carapandang ini memunculkan perjuangan penegakan kesetaraan gender yang berbeda pula. Demikian pernyataan Ketua Pusat Studi Wanita (PSW) Unika Soegijapranata Agatha Ferijani dalam acara Pendidikan Publik “Perempuan Politisi” yang diadakan Jurnal Perempuan pada Sabtu (14/6) lalu di UKSW Salatiga. Lebih lanjut Agatha mengatakan perspektif atau cara pandang feminis antara lain ditandai dengan ciri berupa pengabaian cara pandang patriarki karena selalu menjadi basis penindasan terhadap perempuan, lalu kekuasaan harus terlegitimasikan oleh perempuan dan tidak didasarkan pada kekerasan, dominasi, subordinasi dan diskriminasi, serta berorientasi pada pengambilan keputusan yang non hierarkis artinya tidak ada pihak yang bertindak sebagai satu-satunya penentu keputusan. Sementara fokus perubahan dari perspektif feminis mencakup tiga aspek, yaitu ideologi nilai-nilai, perspektif program/aktivitas dan tingkah laku. Agatha menambahkan pemimpin yang memiliki roh atau jiwa feminis adalah pemimpin yang harus dipilih. Menurut Agatha perempuan perlu mencermati visi dan misi para capres dan cawapres dalam pemilu 2014. Terkait visi dan misi Capres dan Cawapres, Agatha mengatakan pasangan Jokowi-JK menawarkan tujuh prioritas untuk kebijakan pemberdayaan perempuan. Sedang untuk pasangan Prabowo-Hatta, dalam visi dan misi yang mereka usung tidak terdapat satu pun poin yang secara eksplisit menyatakan kepeduliannya akan kesetaraan gender. (Anita Dhewy) Comments are closed.
|
Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
November 2024
Categories |