Seumur hidup saya tak akan pernah melupakan iklan shampoo di masa kanak-kanak dulu. Kala itu, semua iklan shampoo memakai model perempuan dewasa maupun anak-anak yang memiliki rambut berwarna hitam, panjang, dan lurus. Tak ada yang salah sebenarnya dengan gambaran itu. Sebagian besar perempuan di Indonesia memiliki rambut serupa. Tetapi, kepentingan industri di belakang iklan itu juga lupa kalau ada sebagian besar perempuan Indonesia yang memiliki rambut ikal, keriting, potongan pendek, atau mungkin rambutnya kecokelatan atau kemerah-merahan. Citra mereka jarang dan bahkan mungkin tidak pernah muncul di iklan shampoo Indonesia saat itu. Sialnya, imaji perempuan dewasa berambut panjang, lurus, dan hitam berkilau yang tersenyum puas karena rambutnya berhasil memikat pria tampan yang duduk di meja sebelah begitu menggiurkan. Masalahnya, saya dan sebagian besar perempuan lainnya, tak masuk dalam kategori rambut ideal tersebut. Citra ideal itu hidup dan perlahan mengikis rasa percaya diri terhadap tubuh sendiri. Kami lalu terdampar sebagai alien di tengah-tengah kelompok yang mengagung-agungkan rambut panjang, hitam, lurus. Ini hanyalah salah satu keadaan dimana perempuan belajar membenci tubuhnya. Di awal tahun 2000-an, serial Meteor Garden yang diimpor dari Taiwan meledak di Indonesia. Sanchai, tokoh utama perempuan di serial itu juga hadir dalam wujud perempuan berambut panjang, hitam, dan lurus (ini belum ditambah dengan kulit putih dan tubuhnya yang langsing). Bersamaan dengan itu, teknologi di bidang perawatan rambut memperkenalkan teknik pelurusan rambut yang disebut rebonding, smoothing, atau catok rambut yang pada saat itu dibandrol dengan harga mahal. Imaji rambut ideal yang dipendam sekian lama dan keinginan untuk menuruti kata “cantik” akhirnya mendapat pemuasannya. Rambut, seperti halnya bagian tubuh yang lain, juga mudah diotak-atik dan terluka. Banyak perempuan berambut keriting yang kemudian berbondong-bondong meluruskan rambutnya. Namun, tampaknya keinginan manusia tidak bisa membendung keadaan alam. Berkali-kali meluruskan rambut, berkali-kali pula rambut keriting tumbuh lagi. Kerontokkan dan kebotakan menjadi konsekuensi nyata bagi mereka yang berani meluruskan rambutnya. Tahun 2009, ketika saya berkunjung ke kota Ambon, saya menemukan sejauh mata memandang bahwa banyak sekali perempuan Ambon yang tak lagi memiliki rambut keriting mereka. Tante saya yang berkali-kali rebonding akhirnya terpaksa membeli wig karena rambutnya sudah mulai habis rontok. Rebonding tanpa disadari telah melunturkan identitas tubuh dan budaya mereka, berikut ancaman kebotakan. Selama bertahun-tahun, kita pernah mendapat kabar bahwa ada perempuan yang menderita eating disorder karena ingin langsing. Selama bertahun-tahun, kita pernah menjadi korban untuk menjadi cantik. Kita melukai tubuh untuk menjadi putih walaupun kenyataannya ras kita mengkodratkan kulit kecokelatan. Selama bertahun-tahun, kita belajar merekonstruksi fungsi wajah. Mata yang fungsinya untuk melihat mulai kelopaknya ditempeli warna-warni eye shadow. Bibir yang digunakan untuk berbicara, makan, dan mencium dibubuhi gincu. Bulu mata dan alis yang fungsinya untuk melindungi mata, kita otak-atik dengan bulu mata ‘anti badai’ atau men-atonya seperti logo iklan sepatu Nike. Selama bertahun-tahun, kita juga lupa bahwa tubuh menangis kesakitan setiap kali kita mereparasinya untuk memenuhi satu kata mutlak yaitu cantik. Tubuh telah menjadi persoalan pelik perempuan yang berusaha dibongkar oleh para feminis. Naomi Wolf adalah salah satu nama yang muncul dalam gerakan feminis gelombang ketiga di Amerika yang terkenal lewat bukunya The Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Against Women (1991). Ia mungkin bukan seorang akademisi yang aktif mengajar, tetapi sebagai lulusan Universitas Yale dan Oxford yang berprofesi sebagai penulis, jurnalis dan konsultan politik, Wolf telah memilih berada di jalur para aktivis feminis. Sewaktu kuliah di Universitas Yale, ia pernah mengalami pelecehan seksual oleh professornya, Harold Bloom, dan karena kasusnya tak mendapat respon dari kampus, Wolf dengan berani membawanya ke ruang publik. Karya-karya Wolf banyak berbicara tentang seksualitas perempuan, antara lain Fire With Fire (1993), Promiscuities: The Secret Struggle For Womanhood (1997), Misconception (2001), dan Vagina: A New Biography (2012). Melalui karyanya, Wolf ingin membicarakan dan menguatkan perempuan-perempuan untuk mengenal, menerima, memilih, dan merayakan seksualitas mereka. Dalam buku The Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Against Women, Wolf (2002:1-2) mengawali buku ini dengan menunjukkan bahwa selama ini perempuan-perempuan kulit hitam, kulit cokelat, maupun kulit putih di Amerika berhadapan dengan mitos kecantikan untuk menjadi perempuan yang sempurna yaitu memiliki tubuh tinggi, langsing, putih, dan berambut pirang. Kulit wajah mereka tidak boleh memiliki cacat sedikit pun dan lingkaran pinggang mereka haruslah sekecil betul ukurannya. Setiap pagi, para perempuan bangun tidur dengan perasaan yang tak nyaman tentang tubuh mereka. Fenomena eating disorder atau operasi pembesaran payudara hanyalah salah satu upaya mereka untuk memenuhi mitos kecantikan itu. Wolf menilai bahwa ada usaha dari industri kecantikan (kosmetik dan fashion) yang menjadi induk semang dari sistem patriarki untuk mengontrol kebebasan perempuan. Alih-alih menindas mereka secara langsung, patriarki dalam industri kecantikan menyerang perempuan dengan mitos kecantikan. Mitos kecantikan merupakan alat feminisasi perempuan yang membuat mereka terpenjara dalam ketidakpuasan terhadap tubuhnya, rasa tidak bisa memuaskan laki-laki, bahkan membenci dirinya sendiri (Wolf, 2002:10). Wolf menyebut bahwa mitos kecantikan lahir dari idealiasi yang melayani tujuan atau kepentingan tertentu. Wolf menyamakan mitos kecantikan di era modern seperti alat penyiksaan “iron maiden” atau konsep feminine mystique dari Betty Friedan yang awalnya dikira sudah tak mungkin terjadi lagi. Sayangnya, berkat iklan (media massa), mitos kecantikan yang sudah disuntikkan hegemoni patriarki terus-menerus direproduksi. Perempuan diserang secara fisik dan psikologis terhadap peran-peran mereka dengan cara menempatkan mereka dalam perasaan tidak pantas dan tidak nyaman. Berdasarkan pemikiran Wolf, kapitalisme dan patriarki sekali lagi bekerja sama untuk meraih tujuan yang berbeda. Ayu Utami dalam kumpulan esainya Si Parasit Lajang (2013:54) menyatakan bahwa kapitalisme memang hidup dari ketidakpuasan diri konsumen sehingga mereka terus-menerus mengonsumsi. Di satu sisi, patriarki terus-menerus mereproduksi dirinya untuk melanggengkan kekuasaan mereka atas kelompok yang tersubordinasi. Dengan kata lain, jika kapitalisme hidup dari uang perempuan, patriarki dengan berbagai cara berusaha menundukkan perempuan. Industri kecantikan menciptakan mitos tentang kecantikan. Mitos kecantikan dipelihara dan dipromosikan secara besar-besaran oleh media massa. Mitos kecantikan itu kita nikmati melalui figur perempuan di majalah-majalah kecantikan, para aktris yang filmnya kita tonton, para penyanyi tanah air yang belakangan membingungkan.Kita sebenarnya senang pada suaranya atau pada penampilan fisiknya, serta hegemoni kecantikan yang tiap hari dan berulang-ulang kita tonton melalui iklan di televisi. Pertanyaannya dari mana asal mitos kecantikan? Masing-masing budaya memiliki konstruksi sendiri tentang apa yang disebut cantik. Suku Karen di Thailand akan memandang cantik perempuan yang lehernya panjang seperti pula suku Dayak di Indonesia yang melihat cantik perempuan bertelinga panjang. Orang kulit putih mengidealkan kulit kecokelatan (yang biasa dilakukan dengan cara tanning) sementara orang Indonesia ingin sekali punya kulit putih (biasanya dengan pakai krim pemutih). Perempuan yang memiliki rambut lurus ingin memiliki rambut keriting dan perempuan berambut keriting ingin meluruskan rambutnya. Sebagai sebuah konstruksi kecantikan, idealisasi itu tidak abadi. Ia berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman dan kepentingan. Konstruksi tidak perlu ditakuti selama sebagai perempuan kita telah memiliki pengetahuan dan mengenal diri sendiri. Dengan demikian, kepercayaan diri atas keunikan diri sendiri akan tumbuh dengan sendirinya. Hal yang mengerikan adalah mitos. Mitos hanya akan hidup bila dipelihara dan masyarakat mengamini. Mitos ini jika tidak segera dilupakan, akan mengubah semua perempuan menjadi boneka yang sama dan seragam. Hari ini saya menonton iklan shampoo di televisi dan tertawa. Konstruksi rambut ideal hari ini adalah rambut berwarna hitam, panjang, dan ikal bergelombang. Itu jenis rambut saya! Daftar Pustaka: Utami, Ayu. 2013. Si Parasit Lajang. Jakarta: KPG (diterbitkan pertama kali oleh Gagas Media tahun 2003). Wolf, Naomi. 2002. The Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Against Women. New York: Harper Collins (diterbitkan pertama kali tahun 1991).
nenen
19/3/2016 02:49:46 pm
assalamualaikum wr, wb.aki saya:IBU,adele dan SEKELUARGA mengucapkan banyak2 Comments are closed.
|
AuthorFeminis muda Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
September 2021
Categories |