Yulianti Muthmainnah (Mahasiswi Paramadina Graduate School of Diplomacy dan Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah) [email protected] Kelahiran Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merupakan bagian dari memorialisasi bangsa. Atas tuntutan masyarakat sipil, terutama kelompok perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara atas berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998. Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 dan diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005. Enam belas tahun menjalankan mandat menciptakan situasi kondusif bagi penghapusan pelbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan telah menempatkan Komnas Perempuan sebagai role model lembaga nasional hak asasi manusia/LNHAM di tingkat internasional yang memiliki mandat spesifik. Begitu signifikannya peranan Komnas Perempuan, Navanethem Pillay (Komisioner Tinggi Dewan HAM PBB) mengatakan, “Saya terkesan pada kekuatan dan keteguhan Komnas Perempuan yang bekerja dengan aktif melindungi hak perempuan, lembaga ini adalah vital untuk melindungi hak di Indonesia” saat kunjungan resminya ke Indonesia tahun 2012. Landasan kerja Komnas Perempuan yakni Konstitusi UUD 1945, Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), Undang-undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT), dan Deklarasi Internasional tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 1993. Ruang lingkup kerja Komnas Perempuan mulai dari tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional, tidak memiliki kantor perwakilan daerah, dan dijalankan oleh 15 Komisioner dan Badan Pekerja. Siapa Layak? Komisioner periode 2010–2014 telah selesai menjabat. Pada 13 Agustus lalu, para calon komisioner telah menjalani uji publik. Sebagai rangkaian mekanisme memilih komisioner yang transparan dan akuntabel, uji publik dimaksudkan agar masyarakat luas dapat secara langsung berdialog, menilai visi misi, dan merekomendasikan atau tidak para calon. Dari 79 calon yang mendaftar, 45 orang dinyatakan layak mengikuti uji publik. Setelah uji publik, wawancara mendalam dengan lima orang tim independen untuk menjaring 30 bakal calon yang kemudian akan diserahkan ke Sidang Paripurna Komnas Perempuan. Komisioner Komnas Perempuan memang bukan manusia setengah dewa yang multi talent. Tetapi, perspektif adil gender, keberpihakan pada kelompok minoritas dan marginal, bebas bias kelas dan pengalaman berjibaku dengan isu dan perjuangan hak asasi perempuan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi. Mereka juga dituntut bekerja secara independen, bebas dari kepentingan politik/pasar tertentu, mencerminkan pluralitas dalam setiap mekanisme kerja dan komposisi anggota. Sejumlah masalah utama kerap dihadapi Komnas Perempuan, seperti varian dan angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi, dikategorikannya LNHAM—atau ditingkat internasional dikenal dengan sebutan National Human Rights Institution (NHRI)--sebagai lembaga ad hoc, ide dileburnya LNHAM (Komnas Perempuan, Komnas HAM, dan KPAI) dan dikelompokkannya LNHAM dalam lembaga non struktural (LNS), tata kelola administrasi dan keuangan yang belum mencerminkan perlindungan untuk saksi dan korban kekerasan karena menggunakan mekanisme dan standar pelaporan dana negara yang rigid dan detail menyebutkan nama dan alamat, serta pemahaman publik yang beragam tentang LNHAM. Tanggung Jawab Bersama Sebuah negara yang demokratis dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM mensyaratkan adanya NHRI yang bertugas memantau implementasi HAM, memastikan tidak terjadi pelanggaran HAM, berfungsi sebagai koreksional, check and balance, dan memberikan rekomendasi pada pemerintah terkait pemenuhan HAM oleh negara. Ide pembentukan NHRI sudah dimulai sejak tahun 1946, oleh PBB, NHRI ibarat teman dekat yang berskala nasional. Prinsip-prinsip Paris 1991 (Paris’s principles) serta International Coordinating NHRI Committee (ICC) menyebutkan bahwa NHRI/LNHAM tidaklah bersifat ad hoc melainkan sebagai lembaga negara yang permanen dan independen. Hal ini karena tidaklah mungkin negara bisa memantau dirinya sendiri secara objektif, bahkan kadangkala negara berpotensi menjadi pelaku pelanggaran HAM, sehingga dibutuhkan lembaga yang dapat memberikan penilaian pada pelanggaran-pelanggaran atau pengabaian pemenuhan HAM yang dilakukan oleh personil negara baik secara individu maupun sebagai lembaga. Pemikiran bahwa NHRI/LNHAM adalah lembaga ad hoc kemungkinan dikarenakan penggunaan kata “komisi” sebagai nama institusi tersebut. Padahal tidak ada acuan atau standar baku untuk menamai NHRI/LNHAM. Penamaan di berbagai negara sangatlah beragam, ada yang menyebut sebagai Commission, Ombudsment, Institution ataupun lembaga nasional HAM seperti di Indonesia. Nama biasanya tergantung dari region, tradisi yang berkembang atau bahkan situasi umum yang berlaku, yang terpenting adalah mandat yang dimiliki. Menjaring calon komisioner Komnas Perempuan ibarat menambang emas dalam campuran pasir kerikil. Artinya, komisioner terpilih adalah orang-orang yang sudah tahu akan melakukan apa untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dan bukanlah orang-orang yang masih harus belajar. Untuk itulah, kepada tim independen dan anggota sidang paripurna diharapkan dapat menentukan komisioner yang tepat untuk menjabat.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorFeminis muda Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
September 2021
Categories |