Setyaningsih Bilik Literasi Solo [email protected] Judul buku : Ketika Ibu Melupakanku Penulis : Dy Suharya dan Dian Purnomo Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Cetakan : Pertama, November 2014 Tebal : x+186 halaman ISBN : 978-602-03-0943-9 “Kita hanya mempunyai seorang Ibu” (Albert Camus, Orang Asing). Apakah seorang Ibu bisa melupakan anak-anaknya? Kita terlalu sering mendengar kabar tragis dan miris. Ada Ibu tega membuang anak di tempat sampah, Ibu meninggalkan anak di rumah sakit, Ibu yang menjual anak, bahkan Ibu yang membunuh anak di tengah dalih himpitan ekonomi dan sosial. Waktu melukis Ibu tidak lagi dalam imajinasi termuliakan. Ibu yang ingat, baik, dan tabah tiba-tiba menghilang dari hari-hari di dunia. Dy Suharya dalam buku Ketika Ibu Melupakanku yang digarap bersama Dian Purnomo, memiliki Ibu lain yang memang lupa. Kehendak melupakan itu bukan pilihan, apalagi keinginan yang digerakkan akal dan batin. Melupakan menjadi ketentuan takdir karena Ibu dari Dy (Tien Suhertini) divonis sakit Demensia Alzheimer pada tahun 2009. Namun, betapa sering manusia terlambat, sakit ini dideteksi sekitar 10-15 tahun setelah Ibu bergelut dengan gejala-gejala Alzheimer. Penderita Alzheimer mengalami penurunan kemampuan kognitif, kehilangan daya ingat, dan perubahan emosi. Selama mengalami gejala penyakit yang tidak disadari oleh keluarga, Ibu Tien merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengakui keberadaan diri di lingkungan sekitar. Di usia senja, anak-anak telah kabur membentuk keluarga sendiri dan tersisa si bungsu Dy sebagai anak satu-satunya di dalam rumah. Ibu sering mencari pengakuan dengan cara mengadukan masalah-masalah kecil. Kontrol emosi terlampau lemah dan semakin membuat Ibu berjarak. Ibu yang dulu mendoakan anak-anak agar berhasil dalam hidup, malah seperti minder. Tiba-tiba, Ibu beranggapan bahwa riwayat anak-anak bersekolah tinggi, menjadikan mereka berjarak dan merasa lebih pintar. Ibu merasa tak dihargai. Keluarga Dy pun merasa bahwa ini kelumrahan usia senja dan bukan tanda-tanda sakit. Mereka terkadang merasa Ibu tampak menyebalkan dan kekanakan karena sering menghindar saat terjadi masalah. Ibu memang memiliki kebiasaan mengaji dan berzikir sehari-harinya, tapi tetap tidak terhindar dari sakit. Dy menghindar dengan menciptakan rumah sendiri. Ia lebih senang tinggal di Columbus Ohio, Washington D.C, New York, dan Perth Australia, demi kebutuhan kerja dan kuliah. Di rumah Jakarta, Dy merasa tidak menemukan teman, pengakuan, dan segenap cinta yang ia butuhkan. Dy adalah anak yang menciptakan rumah sendiri yang jauh dari rumah orang tuanya. Pada akhirnya panggilan untuk pulang datang meski dalam bentuk ganjil, vonis sakit sang Ibu. Barangkali, sakit tidak selalu membawa derita dan kesedihan. Penyakit Ibu Tien justru menyatukan ikatan keluarga yang sempat retak. Kakak-kakak Dy berkumpul lebih akrab kembali untuk membawakan makanan, bercakap, dan saling merawat. Ayah Dy (Yaya Suharya) menjadi lebih terbuka untuk menunjukkan kasih seorang suami kepada istri. Namun, pengorbanan demi menyatunya keluarga ini tidaklah murah. Meski Ibu Tien dikelilingi orang terkasih, ia hampir kehilangan kemandirian diri. Segala sesuatu harus dibantu orang lain dan paling menyedihkan adalah ingatan yang menghilang. Ibu Tien hanya mengingat nama Dy di akta kelahiran, Kusuma Dewi. Seorang Alzheimer tidak berhak memiliki ingatan dan kenangan yang teralami detik demi detik dalam hidupnya. Jurnal Cinta Kasih Buku ini bukan sekadar ingatan personal Dy Suharya atas sakit dan Ibu. Buku ini ada sebagai panduan kesehatan publik agar mengerti Alzheimer. Dy dan Dian tersadar melengkapi buku dengan cerita dari orang-orang yang mendampingi sosok-sosok terkasih penderita Alzheimer. Penulis juga memberikan daftar website dan rumah sakit, termasuk langkah pencegahan dan gejala umum Alzheimer. Di halaman depan buku ada sambutan dari Menteri Kesehatan RI yang saat itu dijabat oleh dr. Nafsiah Mboi. Ia mengatakan, “Saya menyambut baik terbitnya buku ini diiringi dengan ucapan selamat dan apresiasi kepada penulis buku ini Dy Suharya yang juga seorang pegiat Alzheimer. Buku ini bagus, inspiratif, layak dibaca, dan memuat pesan moral.” Meski novel ini berlabel inspirasi dan Dy Suharya berhasil menjadi pegiat kemanusiaan atau aktivis Alzheimer bagi masyarakat, terasa bahwa Dy Suharya menyembunyikan sebentuk ‘penyesalan’ mendalam. Dengan bergiat sebagai fasilitator, dosen pemasaran sosial, penggagas, dan juga direktur eksekutif Alzheimer Indonesia (ALZI) di Jakarta, Dy perlahan melakukan penebusan. Dy menyadari bahwa dia terlampau terlambat untuk tahu bahwa Ibu telah direnggut Alzheimer. Dy tidak ingin orang lain mengalami keterlambatan seperti dirinya. Sedang Dian Purnomo yang saat ini bergelut sebagai Project & Training Coordinator di OnTrackMedia Indonesia (OTMI) di Jakarta. ALZI dan OTMI bekerja sama memberikan penerangan kepada masyarakat Indonesia tentang penyakit Alzheimer. Dian bertemu keluarga Dy dalam rangka membuat video dokumenter kado ulang tahun ke-50 kedua orang tua Dy. Buku ini adalah cara Dian membahasakan apa yang dirasakan Dy, memiliki Ibu Alzheimer, bertaut dengan jurnal kesehatan dan cinta kasih yang merupakan tulisan tangan Yaya Suharya dalam merawat, menjaga dan menemani istrinya. Buku Ketika Ibu Melupakanku adalah jalan tidak ingin lupa dan penegasan bahkan ilham kemanusiaan bisa lahir dari seorang Ibu Alzheimer. Comments are closed.
|
AuthorFeminis muda Jurnal Perempuan
terindeks di: Archives
September 2021
Categories |