ikuti JP di:
Jurnal Perempuan
  • HOME
    • Profil
    • Kontak
    • Laporan Tahunan
    • YJP dan SIP
  • Jurnal Perempuan
    • Kirim Tulisan
  • YJP PRESS
    • Buku Seri YJP Press
  • KAFFE
  • Sahabat JP
    • Daftar Nama SJP
    • Gathering SJP
  • Wacana Feminis
    • Tokoh Feminis
    • Cerpen Feminis
  • Warta Feminis
  • Warung JP
    • Daftar Toko Buku
  • Call for Paper JP108

Dharma Wanita sebagai Identitas Patriarki

10/10/2014

7 Comments

 
Rosawati 
Karyawan
rosawatimerdeka182@gmail.com
PictureDok. Pribadi
Satu bulan sudah saya menjejaki dunia sebagai manusia mandiri. Dunia di mana setiap manusia khususnya perempuan harus menempati status sosial yang dikekalkan di masyarakat. Kebebasan seorang perempuan harus terbatasi oleh aturan masyarakat, perempuan lajang dilarang berjalan sendirian, dilarang untuk keluar malam dengan atau tanpa laki-laki. Perempuan penuh mitos yang membelenggu, dimanakah harus saya taruh kemerdekaan berpikir dan berkreasi? Peran gender dalam masyarakat ternyata juga dapat menyebabkan subordinasi terhadap perempuan dalam aktivitas organisasi. Anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional menjadikan perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin dan ini berakibat pada munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting. Subordinasi dapat terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Di Jawa misalnya, dahulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya juga akan ke dapur. Dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya, maka anak laki-laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktik seperti itu sesungguhnya berangkat dari pemahaman gender yang minim.

Saya pernah menemukan kasus tentang salah satu calon anggota DPRD Kab. Banyumas yang tidak bisa memenangkan pemilihan legislatif karena dia lebih dikenal dengan nama suaminya. Saat dirinya menjajaki kursi pileg hanya sedikit saja orang yang mengenalnya sebagai “perempuan merdeka”. Fenomena lain yang saya temui adalah ayah saya sebagai Pegawai Negeri Sipil menuntut ibu saya untuk menenggelamkan nama pemberian orang tuanya. Latar belakang ibu yang hanya sebagai ibu rumah tangga dan populer karena suami yang memiliki peran kuat di masyarakat maupun organisasi, memaksanya dikenal dengan nama suami, bukan namanya sendiri.

***

Tentang organisasi Dharma Wanita, Dharma Wanita Persatuan adalah organisasi kemasyarakatan yang menghimpun dan membina istri Pegawai Negeri Sipil RI dengan kegiatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, ekonomi dan sosial budaya serta tidak terkait dengan kekuatan politik manapun, tetapi hak berpolitik anggota tetap dihormati. Secara garis besar, tujuan organisasi Dharma Wanita adalah mewujudkan kesejahteraan anggota dan keluarganya melalui peningkatan kualitas sumber daya anggota untuk mendukung tercapainya tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kegiatan yang dilaksanakan Dharma wanita persatuan diarahkan untuk: (a) Mengutamakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari pengurus dan anggota; (b) Memilih kegiatan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kesempatan organisasi; (c) Dalam melaksanakan kegiatan mendahulukan yang penting sesuai dengan skala prioritas; (d) Mengutamakan kualitas penanganannya daripada kualitas yang ditangani, serta diupayakan secara tuntas; (e) Menjaga citra yang baik sebagai istri pendamping aparat pemerintah di tengah masyarakat yang dinamis.

Sedangkan fungsinya adalah sebagai wadah untuk melakukan pembinaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok organisasi. Di samping tugas dan fungsi pokok yang ada di dalam kelompok organisasi dharma wanita persatuan, organisasi tersebut juga memiliki tujuan yaitu mewujudkan kesejahteraan anggota dan keluarganya melalui peningkatan kualitas sumber daya anggota guna mendukung tercapainya tujuan nasional. Wewenang pengurus organisasi Dharma Wanita adalah (1) Menetapkan kebijaksanaan teknis organisasi berdasarkan hasil musyawarah nasional, anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan juga kebijaksanaan organisasi satu tingkat diatasnya; (2) Mengesahkan organisasi, pengurus dan atau ketua satu tingkat dibawahnya; (3) Melaksanakan pembinaan organisasi pada unsur pelaksana di lingkunganya; (4) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan dan kebijaksanaan yang dilakukan oleh unsur pelaksana di lingkungannya; (5) Melaksanakan program dan kegiatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada organisasi satu tingkat di atasnya. Kewenangan anggota hanya sebatas kewenangan normatif yang harus dipatuhi. Sepanjang perjalanannya, organisasi dharma wanita hanya memiliki kegiatan yang monoton dan tidak inovatif. Tidak ada isu keperempuanan yang dibahas di dalamnya, padahal harapannya organisasi ini bisa mencegah istri dari tindakan kekerasan yang barangkali dialaminya dalam keluarga.

Peran sebagai istri para pejabat pemerintahan akan membawa mereka pada arus identitas patriarki. Secakap apapun istri seorang PNS golongan II tidak akan menjadikannya sebagai ketua dharma wanita di salah satu instansi. Sebaliknya istri seorang pejabat Eselon II yang tidak memiliki kemampuan memimpin organisasi, siap tidak siap, mau tidak mau harus mau menjadi ketua dharma wanita. Dengan menyandang nama suaminya, istri seorang pejabat tersebut mendapatkan kehormatan lebih dan mendapatkan “fasilitas sosial” yang lebih baik. Jadi, jangan heran jika kegiatan dharma wanita yang sering terlihat hanya arisan, studi banding, dan seminar kecantikan. Penyadaran akan pentingnya memaksimalkan kegiatan dharma wanita selain kegiatan di atas seharusnya menjadi perhatian para pegiat gender dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan.

Fenomena yang sering terjadi hari ini adalah bagaimana peran dan fungsi seorang ibu atau istri rumah tangga dianggap lebih rendah dari peran ayah atau suami yang bekerja dan mendapatkan upah secara materiil dan dianggap sebagai titik ukur dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Anggapan atas keistimewaan laki-laki sebagai pemilik kuasa tertinggi sebagai seorang pencari nafkah inilah yang kemudian menimbulkan penyingkiran kerja perempuan baik sebagai istri atau ibu. Bahwa kerja perempuan dalam relasi keluarga dianggap sebagai peran kedua karena fungsi domestik yang dijalankannya tidak mendapatkan upah atau gaji secara materiil seperti halnya laki-laki. Aktivitas perempuan dalam sektor domestik pada organisasi binaan seperti Dharma wanita seharusnya mulai dibenahi secepat mungkin agar kehebatan seorang perempuan dapat terwadahi dengan baik.

***

Saya selalu mendengar di setiap pertemuan dharma wanita yang mengungkapkan bahwa laki-laki pada umumnya lebih mengutamakan logika dari pada perasaan, sedangkan perempuan lebih mengutamakan perasaan daripada logika. Sehingga tidak jarang, perempuan dianggap tidak dapat menjadi pemimpin atau menduduki suatu jabatan tertentu. Tetapi pernahkah Anda mempertanyakan dalil atau dasar ungkapan tersebut? Dapatkah dibuktikan secara ilmiah? Tidakkah ungkapan yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah itu mengakibatkan diskriminasi dan ketidakadilan? Saya rasa ungkapan semacam itu sudah seharusnya dimasukkan dalam keranjang sampah, bukan hanya karena tidak ada pembuktian ilmiah, tetapi juga akan menimbulkan bentuk-bentuk ketidakadilan dan pembatasan hak-hak tertentu pada salah satu pihak, yaitu perempuan.

Kondisi perempuan dalam organisasi yang terkungkung dalam beban identitas patriarki membuat saya semakin gerah, kenapa? Karena perempuan tidak dapat melakukan suatu hal tanpa mendapat izin suaminya, walaupun hal tersebut baik untuk kesejahteraan keluarganya. Saya amat meyakini bahwa perempuan-perempuan yang bergerak pada sektor domestik merupakan nuklir dahsyat bagi negeri ini. Melihat posisi perempuan pada organisasi Dharma Wanita yang saya temui selama ini membentuk anggapan bahwa perempuan dapat saling menjatuhkan. Sehebat apapun seorang perempuan, jika mereka merupakan istri seorang yang tidak memiliki kehebatan sosial maka tidak akan hebat pula kariernya di ranah sosial. Ini juga akan memengaruhi konsepsi akan perannya di masyarakat, pemikirannya selalu berasal dari keputusan suaminya.

Peran perempuan di sebuah organisasi binaan seperti Dharma Wanita belum dapat dikatakan sebagai tindakan yang memberdayakan secara maksimal. Penguasaan dan dominasi masih sangat dipengaruhi oleh peran domestiknya. Maka diperlukan sebuah penyadaran dan kesadaran perempuan sebagai individu untuk berusaha membebaskan dirinya dari identitas patriarki yang kuat. Sebagaimana dikatakan Soekarno, “Dan kamu, wanita Indonesia, achirnja nasibmu adalah di tangan kamu sendiri. Saja memberi peringatan kepada kaum laki-laki untuk memberi keyakinan kepada mereka tentang hargamu dalam perdjoeangan, tetapi kamu sendiri harus mendjadi sadar, kamu sendiri harus terdjun mutlak dalam perdjoeangan”.  

7 Comments
muhammad
11/3/2016 11:27:20 am

Assalamualaykum warahmatullahi wa barokaatuh

Awalnya saya masuk website ini karena saya lagi mencari informasi tentang dharma wanita, tetapi setelah saya membaca artikel dari jurnal wanita yang ditulis oleh mbak Rosawati. Saya mungkin aga kurang setuju dengan isi dari artikel mbak Rosawati tentang Perempuan penuh mitos yang membelenggu.Karena yang anda maksud mitos disini sebenarnya adalah aturan agama. karena saya adalah pemeluk agama islam dan saya melihat foto dari mbak Rosawati yang sepertinya juga beragama islam maka sesama saudara muslim saya ingin sharing. Sesuai dengan artikel mbak Perempuan penuh mitos yang membelenggu kata kata ini kurang tepat untuk seorang muslim karena itulah dasar dari islam itu sendiri, yaitu alqur'an dan alhadis yang didalamnya terdapat syariat yang harus dilaksanakan dan didalamnya terdapat aturan tentang wanita. Aturan tentang wanita di dalam alqur'an dan alhadis sangatlah jelas dan aturan itu adalah yang terbaik untuk perempuan itu sendiri. Agama islam adalah agama yang sangat menghargai perempuan dan menjunjung tinggi perempuan. Perempuan diletakan dikehormatan yang paling tinggi dalam islamdalam setiap posisi perempuan itu sendiri. Diantara penghormatan tertinggi itu adalah surga diletakan di kaki ibu sebagai penghormatan atas seorang ibu. Kemudian didalam hadis disebutkan sebaik baik kamu adalah yang terbaik terhadap istrinya dan aku yang paling baik terhadap istriku, ini adalah penghormatan terhadap seorang istri . Jadi mari kita berpikir bebas, tapi marilah kita tetap berpikir tidak dengan keluar dari syariah agama islam atau bahkan menentangnya. saya mohon maaf apabila kata-kata saya kurang sopan atau menyakitkan hati mbak Rosawati karena saya hanya berniat saling mengingatkan dalam kebaikan. terimakasih

wassalamualaykum warahmatullahi wa barokaatuh

Reply
rosawati
17/1/2017 02:44:21 pm

Iya memang betul, jika semua orang beragama islam dan berpikiran sama seperti yang anda utarakan. Duduk perkaranya kan posisi sosial perempuan di pengaruhi oleh jabatan seorang lelaki. bukankah di ranah sosial perempuan dan laki laki itu seharusnya setara dan tidak ada perbedaan dalam mengakses posisi jabatan.

Reply
sastrahuda
11/8/2016 08:35:31 pm

assalamualaikum
mbak Rosawati, istriku tidak bekerja, hanya di rumah mengurus rumah, suami dan anak-anak. Saya yakin dia hanya ingin disayang suami dan anak-anaknya, dan berharap ridho Allah dan suaminya sampai akhir hayatnya. Sama sekali tidak ingin jadi ketua DWP, atau ketua organisasi apapun. Tepai bagi Saya dan anak2, istriku sosok yang paling mulia. Maaf, Pengakuan hanya tipuan, semakin mengharap pengakuan, maka semakin jauh dari kebahagian.

Reply
rosawati
17/1/2017 02:42:48 pm

Maaf sebelumnya, ini konteks nya adalah perempuan pegiat Dharma Wanita, jika istri anda memilih menjadi IRT ya tidak masalah, sama sama baik. ga ada yang salah. yang salah jika suami melarang istri untuk berorganisasi. trims

Reply
Samiran Shamir
15/8/2017 04:36:30 am

Waduh kok jadi bedebat, yang disampaikan mba rosawati tidak salah, kita merasakan kok bahwa ada kondisi seperti itu di INdonesia, bahkan kondisi ini juga mengkristal dalam kehidupan wanita dan pria, yang mengakibatkan semakin jauhnya perbedaan hak antara pria dan wanita. Karena itulah maka sangat penting organisasi dhara wanita sebagai wadah bagi para wanita istri pegawai, juga wanita pegawai, dalam rangka sharing tentang kondisi real saat ini dan memberdayakan wanita dalam mencapai tujuan bangsa. Wanita diyakini mempunyai energi yang sangat besar, memiliki amunisi yang sangat kuat, maka pemberdayaan wanita dalam kancah organisasi dharma wanita akan menambah kekuatan bangsa Indonesia dalam membangun bangsanya menuju cita cita bangsa.

Reply
Siti Khotimah
20/4/2018 05:18:27 pm

Assalamualaykum Mbak. Artikel mbak sangat membantu dan mengispirasi. Komentar ini tidak lebih untuk memberikan apresiasi dan semangat 🙂

Reply
rumi
21/3/2019 01:38:37 pm

Seharusnya tidak perlu ada perkumpulan istri-istri pegawai. Pada realisasinya malah menyusahkan kantor.

Reply



Leave a Reply.

    Author

    Feminis muda 

    Jurnal Perempuan
    ​terindeks di: 
    Picture

    RSS Feed

    Archives

    January 2021
    May 2020
    March 2020
    October 2019
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    March 2019
    January 2019
    December 2018
    November 2018
    September 2018
    August 2018
    June 2018
    December 2017
    September 2017
    August 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    June 2014

    Categories

    All

    RSS Feed

Jurnal Perempuan| Jl. Tanah Manisan No. 72 RT.07/RW.03, Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur| +62812-1098-3075 | yjp@jurnalperempuan.com