Soe Tjen Marching: Kubunuh Di Sini, Pengalaman Perempuan Penyintas Kanker
(21 Juli 2014)
Pergulatan para penyintas penyakit kanker merupakan kisah yang heroik. Mereka berlomba dengan waktu untuk menjadi pemenang dari perjuangan melawan sel-sel malignant yang menyerang tubuh penderita. Tidak heran, jika dokter peneliti, Siddharta Mukherjee, yang menuliskan biografi kanker memberi judul bukunya yang memenangkan penghargaan Pulitzer:The Emperor of All Maladies. Soe Tjen Marching, anggota Dewan Redaksi Jurnal Perempuan, membagi kisahnya mengatasi kanker melalui buku memoar berjudul Kubunuh di sini. Memoar tersebut didahului karya lain berupa novel Mati Bertahun yang Lalu, yang diilhami pengalamannya terjangkit kanker sebanyak 3 kali.
Soe Tjen yang selama ini banyak beraktivitas di London dan Australia sebagai pengajar, saat ini sedang berada di Indonesia. Salah satu agenda kegiatannya yaitu bedah buku Kubunuh di Sini, berlangsung Jumat lalu, 18 Juli 2014. Acara diselenggarakan oleh Lembaga Our Voice, bertempat di Kalibata, Jakarta Timur. Sekitar 40 orang menghadiri kegiatan tersebut, diantaranya Peter Carey (penulis sejarah Diponegoro) dan komponis Slamet Abdul Syukur. Acara berlangsung hidup, diawali dengan pembacaan cerpen karya Soe Tjen Marching, lalu pembahasan buku, tanya-jawab dan diakhiri dengan buka puasa bersama.
Dalam buku tersebut, feminis dan penulis kelahiran Surabaya 43 tahun lalu itu, menuturkan pengalamannya sebagai perempuan yang terkena penyakit kanker, bagaimana ia memandang tubuhnya sendiri saat sedang berada dalam perawatan di rumah sakit. Ketika dalam perawatan, ketelanjangan di hadapan orang lain pun menjadi biasa. Seorang feminis seperti Soe Tjen mendapati pemaknaan baru akan tubuhnya dalam pengalaman tersebut. Tidak ketinggalan, Soe Tjen membagi kisahnya sebagai perempuan yang memiliki berbagai stigma di Indonesia. Memoar ini juga mengulas sistem kesehatan di tiga negara (Indonesia, Australia dan Inggris).
Tulisan Soe Tjen dalam memoar tersebut tidak semata sebagai penyintas penyakit kanker, tetapi merupakan pengalaman utuh kemanusiaan sebagai perempuan. Buku ini pun menjadi lebih kaya karena memiliki perspektif feminis dalam memandang tubuhnya, dan juga kental dengan nuansa politik, yaitu bagaimana kebijakan tiga negara berbeda dalam memenuhi kewajiban negara terhadap kesehatan warganya. (Nataresmi)
Soe Tjen yang selama ini banyak beraktivitas di London dan Australia sebagai pengajar, saat ini sedang berada di Indonesia. Salah satu agenda kegiatannya yaitu bedah buku Kubunuh di Sini, berlangsung Jumat lalu, 18 Juli 2014. Acara diselenggarakan oleh Lembaga Our Voice, bertempat di Kalibata, Jakarta Timur. Sekitar 40 orang menghadiri kegiatan tersebut, diantaranya Peter Carey (penulis sejarah Diponegoro) dan komponis Slamet Abdul Syukur. Acara berlangsung hidup, diawali dengan pembacaan cerpen karya Soe Tjen Marching, lalu pembahasan buku, tanya-jawab dan diakhiri dengan buka puasa bersama.
Dalam buku tersebut, feminis dan penulis kelahiran Surabaya 43 tahun lalu itu, menuturkan pengalamannya sebagai perempuan yang terkena penyakit kanker, bagaimana ia memandang tubuhnya sendiri saat sedang berada dalam perawatan di rumah sakit. Ketika dalam perawatan, ketelanjangan di hadapan orang lain pun menjadi biasa. Seorang feminis seperti Soe Tjen mendapati pemaknaan baru akan tubuhnya dalam pengalaman tersebut. Tidak ketinggalan, Soe Tjen membagi kisahnya sebagai perempuan yang memiliki berbagai stigma di Indonesia. Memoar ini juga mengulas sistem kesehatan di tiga negara (Indonesia, Australia dan Inggris).
Tulisan Soe Tjen dalam memoar tersebut tidak semata sebagai penyintas penyakit kanker, tetapi merupakan pengalaman utuh kemanusiaan sebagai perempuan. Buku ini pun menjadi lebih kaya karena memiliki perspektif feminis dalam memandang tubuhnya, dan juga kental dengan nuansa politik, yaitu bagaimana kebijakan tiga negara berbeda dalam memenuhi kewajiban negara terhadap kesehatan warganya. (Nataresmi)