Perempuan dan Korupsi
(25 April 2014)
(25 April 2014)
Korupsi yang sepertinya sudah menjadi budaya di negeri kita sudah tidak bisa dipandang sebelah mata lagi, bahkan keterlibatan perempuan dalam sejumlah kasus korupsi juga semakin meningkat. Menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak tahun 2007 hingga saat ini tercatat sebanyak 29 perempuan tersangkut masalah korupsi, baik itu terlibat secara langsung ataupun tidak langsung, ada yang sudah ditahan maupun yang masih dalam proses di persidangan. Juru bicara KPK Johan Budi dalam peluncuran gerakan memberantas korupsi dengan tema “Saya Perempuan Antikorupsi” di Jakarta baru-baru ini mengatakan masuknya perempuan dalam lingkaran tindak pidana korupsi amat rentan sekali. Hal ini yang mendorong KPK untuk fokus memberantas korupsi hingga ke lingkungan keluarga, terutama perempuan.
KPK melihat pemberantasan korupsi harus menyentuh hingga kelompok terkecil, seperti keluarga. Disini diperlukannya perempuan untuk menjadi tonggak negara dan keluarga untuk menanamkan nilai-nilai positif generasi selanjutnya terutama sikap antikorupsi. Selain itu, perempuan juga dinilai memiliki posisi penentu dalam perusahaan atau profesi di bidang lainnya, sebagai makhluk sosial yang bereksistensi, kesadaran antikorupsi juga sangat penting untuk menjadi landasan memberantas korupsi. Untuk itu sejak 3 tahun yang lalu KPK sudah concern dengan pemberantasan korupsi, termasuk peran perempuan yang begitu besar di dalamnya.
Sedangkan menurut wakil Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, keterlibatan perempuan dalam lingkaran korupsi disebabkan oleh sikap yang tidak kritis dari perempuan sehingga ikut terjerumus dalam praktik korupsi. Namum tidak tertutup juga kemungkinan perempuan menjadi pelaku sentral dalam tindak korupsi, sedangkan kelompok perempuan yang masuk ke lingkaran kekuasaan sangat rentan untuk ikut terjerumus. Agus juga menambahkan, keterlibatan perempuan dalam kasus korupsi dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh sistem kekuasan di Indonesia yang masih bercorak patriarkat. Beberapa contoh perempuan yang terjerat korupsi diantaranya Wa Ode Nurhayati, yang pada saat tertangkap tangan oleh KPK ia masih menjadi anggota DPD-RI dari PAN. Kemudian ada anggota DPR-RI dari Partai Demokrat Angelina Sondakh, yang menerima hadiah dan janji terkait anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan Nasional, dan masih banyak lagi perempuan yang mempunyai jabatan publik terlibat kasus korupsi. Praktik kekuasaan kita masih sangat patriarkat, mereka yang banyak terjerat bisa juga perempuan yang menjadi korban patriarki tersebut. Artinya, perempuan disini harus lebih kritis dan berhati-hati agar tidak terjerumus atau masuk dalam lingkaran korupsi.
(Disarikan Oleh Hasan Ramadhan dari Harian Media Indonesia, Selasa 22 April 2014)
KPK melihat pemberantasan korupsi harus menyentuh hingga kelompok terkecil, seperti keluarga. Disini diperlukannya perempuan untuk menjadi tonggak negara dan keluarga untuk menanamkan nilai-nilai positif generasi selanjutnya terutama sikap antikorupsi. Selain itu, perempuan juga dinilai memiliki posisi penentu dalam perusahaan atau profesi di bidang lainnya, sebagai makhluk sosial yang bereksistensi, kesadaran antikorupsi juga sangat penting untuk menjadi landasan memberantas korupsi. Untuk itu sejak 3 tahun yang lalu KPK sudah concern dengan pemberantasan korupsi, termasuk peran perempuan yang begitu besar di dalamnya.
Sedangkan menurut wakil Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, keterlibatan perempuan dalam lingkaran korupsi disebabkan oleh sikap yang tidak kritis dari perempuan sehingga ikut terjerumus dalam praktik korupsi. Namum tidak tertutup juga kemungkinan perempuan menjadi pelaku sentral dalam tindak korupsi, sedangkan kelompok perempuan yang masuk ke lingkaran kekuasaan sangat rentan untuk ikut terjerumus. Agus juga menambahkan, keterlibatan perempuan dalam kasus korupsi dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh sistem kekuasan di Indonesia yang masih bercorak patriarkat. Beberapa contoh perempuan yang terjerat korupsi diantaranya Wa Ode Nurhayati, yang pada saat tertangkap tangan oleh KPK ia masih menjadi anggota DPD-RI dari PAN. Kemudian ada anggota DPR-RI dari Partai Demokrat Angelina Sondakh, yang menerima hadiah dan janji terkait anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan Nasional, dan masih banyak lagi perempuan yang mempunyai jabatan publik terlibat kasus korupsi. Praktik kekuasaan kita masih sangat patriarkat, mereka yang banyak terjerat bisa juga perempuan yang menjadi korban patriarki tersebut. Artinya, perempuan disini harus lebih kritis dan berhati-hati agar tidak terjerumus atau masuk dalam lingkaran korupsi.
(Disarikan Oleh Hasan Ramadhan dari Harian Media Indonesia, Selasa 22 April 2014)