Pemerintah Lupakan Peran Laki-laki
Pendidikan kesehatan terkait kehamilan dan persalinan masih dianggap tanggung jawab perempuan. Padahal, peran laki-laki juga sangat dibutuhkan karena secara kultural adalah pengambil keputusan dalam keluarga. Karena itu, pemerintah perlu menyusun ulang program pendidikan kesehatan dalam upaya penurunan angka kematian ibu (AKI). Sangat penting untuk diketahui bahwa selama ini penjelasan tentang pemahaman terkait masalah kehamilan dan persalinan, yang diberikan oleh petugas kesehatan hanya seputar tekanan darah, bulan kehamilan, berat badan, dan pengecekan kondisi kesehatan lainnya. Sementara para suami atau kepala keluarga tidak diberi pemahaman tentang makanan yang dibutuhkan oleh ibu hamil, menjaga agar istri tidak bekerja terlalu berat saat hamil, atau tindakan saat menghadapi situasi darurat, jika suami tidak paham situasi kehamilan istri, keputusan yang diambil bisa salah dan berakibat fatal bagi istrinya.
Di negeri ini suami atau pria masih dianggap bukan pihak yang harus tahu secara detail kondisi kesehatan ibu hamil, terutama yang sangat jelas terjadi di desa-desa, dimana nilai patriarki masih sangat kuat. Bidan-bidan di desa juga banyak memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan reproduksi di pagi hari di saat laki-laki, atau para suami mereka sedang kesawah, atau ladang. Disinilah diperlukan peran pentingnya dari tokoh agama dan tokoh masyarakat, untuk dilibatkan dalam kampanye keselamatan ibu hamil dan melahiran, karena mereka dianggap yang punya pengaruh besar di dalam masyarakat.
Contoh yang bisa kita lihat adalah di Daerah Istimewa Yogyakarta, disini Angka Kematian Ibu (AKI) sangat rendah. Pada tahun 2012 saja 106 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini sudah hampir mencapai target nasional pada tahun 2015, dimana jumlah angka kelahiran hidup adalah 102 per 100.000 kelahiran. Dengan demikian bisa terlihat begitu sangat pentingnya peran para suami atau laki-laki, untuk mengetahui proses kehamilan, juga proses persalinan, karena penanganan ibu saat dan setelah melahirkan menjadi bagian yang paling penting dalam upaya menekan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari harian Kompas, Senin 3 Februari 2014)
Jurnal Perempuan memiliki Bundel Kliping setiap bulan dari berbagai surat kabar. Kliping ini berisi tentang isu-isu perempuan yang telah kami kategorisasi. Apabila Anda berminat dengan Kliping kami silakan hubungi: [email protected] atau 021 – 8370 2005
Di negeri ini suami atau pria masih dianggap bukan pihak yang harus tahu secara detail kondisi kesehatan ibu hamil, terutama yang sangat jelas terjadi di desa-desa, dimana nilai patriarki masih sangat kuat. Bidan-bidan di desa juga banyak memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan reproduksi di pagi hari di saat laki-laki, atau para suami mereka sedang kesawah, atau ladang. Disinilah diperlukan peran pentingnya dari tokoh agama dan tokoh masyarakat, untuk dilibatkan dalam kampanye keselamatan ibu hamil dan melahiran, karena mereka dianggap yang punya pengaruh besar di dalam masyarakat.
Contoh yang bisa kita lihat adalah di Daerah Istimewa Yogyakarta, disini Angka Kematian Ibu (AKI) sangat rendah. Pada tahun 2012 saja 106 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini sudah hampir mencapai target nasional pada tahun 2015, dimana jumlah angka kelahiran hidup adalah 102 per 100.000 kelahiran. Dengan demikian bisa terlihat begitu sangat pentingnya peran para suami atau laki-laki, untuk mengetahui proses kehamilan, juga proses persalinan, karena penanganan ibu saat dan setelah melahirkan menjadi bagian yang paling penting dalam upaya menekan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari harian Kompas, Senin 3 Februari 2014)
Jurnal Perempuan memiliki Bundel Kliping setiap bulan dari berbagai surat kabar. Kliping ini berisi tentang isu-isu perempuan yang telah kami kategorisasi. Apabila Anda berminat dengan Kliping kami silakan hubungi: [email protected] atau 021 – 8370 2005