Undangan Menulis
TOR JP90 Agustus 2016
20 tahun Yayasan Jurnal Perempuan
Tenggat tulisan 5 Juni 2016
20 tahun Yayasan Jurnal Perempuan
Tenggat tulisan 5 Juni 2016
Pedagogi Feminis
Pedagogi feminis adalah paradigma tentang pengajaran dan pembelajaran yang dipakai dalam pelbagai kajian dan disiplin. Pedagogi feminis bukan merupakan alat atau sebuah koleksi strategi, tetapi ia adalah filsafat yang mengaitkan antara teori pengajaran dan pembelajaran yang meletakkan feminisme dalam pusat dinamikanya. Ia menerima dirinya diapresiasi, dikritik, dan dilawan sebagai satu bentuk dinamika pengetahuan. Pertama, ia melakukan kerja perlawanan atas hierarki dan dominasi. Kedua, ia menggunakan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Ketiga, ia kemudian melakukan tranformasi dan realisasi dengan cara-cara kritis. Donna Haraway (1991) menjelaskan bagaimana pedagogi feminis mengembangkan diri dengan melakukan praktik-praktik atas berbagi pengalaman dalam komunitas-komunitas sebagai alat pembebasan dari tirani dan dominasi. Dus feminis pedagogi dapat dinyatakan sebagai asumsi-asumsi epistemologis, strategi-strategi pengajaran, pendekatan teoritik, praktik-praktik pengajaran, dan hubungan antara pengajar dan pembelajar dalam semangat feminisme. Negara dalam hal ini, juga merupakan ruang kelas yang kaya akan dinamika.
Telah tiga dekade feminisme bermukim di negeri ini. Yaitu sebagai ajaran teoretis dan bahan advokasi hak asasi manusia. Artinya, secara kelembagaan seharusnya ia telah cukup mendudukkan problem keadilan gender menjadi persoalan politik. Sebagai isu akademis, ia juga sudah luas menjelajahi ruang kelas universitas, forum diskusi masyarakat sipil dan dibahas di jurnal serta rubrik-rubrik khusus media massa. Pada tataran negara, ada kementerian yang dibentuk untuk menjalankan kebijakan feminis. Juga sebuah Komisi Nasional khusus diadakan untuk memantau kondisi perlindungan hak asasi manusia pada perempuan. Jadi, kita dapat memastikan bahwa isu feminis hari ini telah tumbuh menjadi topik yang menyita perhatian. Kendati isu ini masih selalu memicu kontroversi, tetapi ia tak dapat ditarik lagi ke dalam “lokasi kearifan lokal” yang patriarkis. Kaitan isu ini dengan politik dunia dan persyaratan-persyaratan bantuan ekonomi dunia, makin menegaskan kedudukan kunci isu ini. Karena itu, dengan latar historis tadi, tepat saatnya untuk melihat kembali konteks pertumbuhan feminisme di negeri ini, khusus pada aspek “pedagoginya”. Yaitu metode dan pengalaman pengajaran feminisme di kampus maupun di LSM dan lembaga riset.
Jurnal Perempuan Edisi 90 ini akan membahas beberapa matra yang tujuannya untuk memperoleh pengetahuan awal tentang kedalaman perspektif feminis dalam riset ilmu maupun humaniora. Sejumlah konteks dapat dibahas:
Telah tiga dekade feminisme bermukim di negeri ini. Yaitu sebagai ajaran teoretis dan bahan advokasi hak asasi manusia. Artinya, secara kelembagaan seharusnya ia telah cukup mendudukkan problem keadilan gender menjadi persoalan politik. Sebagai isu akademis, ia juga sudah luas menjelajahi ruang kelas universitas, forum diskusi masyarakat sipil dan dibahas di jurnal serta rubrik-rubrik khusus media massa. Pada tataran negara, ada kementerian yang dibentuk untuk menjalankan kebijakan feminis. Juga sebuah Komisi Nasional khusus diadakan untuk memantau kondisi perlindungan hak asasi manusia pada perempuan. Jadi, kita dapat memastikan bahwa isu feminis hari ini telah tumbuh menjadi topik yang menyita perhatian. Kendati isu ini masih selalu memicu kontroversi, tetapi ia tak dapat ditarik lagi ke dalam “lokasi kearifan lokal” yang patriarkis. Kaitan isu ini dengan politik dunia dan persyaratan-persyaratan bantuan ekonomi dunia, makin menegaskan kedudukan kunci isu ini. Karena itu, dengan latar historis tadi, tepat saatnya untuk melihat kembali konteks pertumbuhan feminisme di negeri ini, khusus pada aspek “pedagoginya”. Yaitu metode dan pengalaman pengajaran feminisme di kampus maupun di LSM dan lembaga riset.
Jurnal Perempuan Edisi 90 ini akan membahas beberapa matra yang tujuannya untuk memperoleh pengetahuan awal tentang kedalaman perspektif feminis dalam riset ilmu maupun humaniora. Sejumlah konteks dapat dibahas:
- Kurikulum dan materi: Cukupkah kedalamannya? Kapasitas tim pengajar dalam aspek teori, metode dan pengetahuan kasus. Lalu paradigma universitas dalam mendorong perluasan perspektif feminis melalui agenda akademis, gerakan, festival, dll.
- Pengalaman pengajaran: sangatlah menarik untuk mengetahui keterlibatan para pedagog secara emosional/personal ketika mengajarkan pedagogi feminis. Kondisi apa yang memelihara komitmen pedagogi mereka?
- Aktivitas riset: sudahkah perspektif feminis menjadi pembuka persoalan agenda riset di laboratorium ilmu dan kebudayaan? Bagaimana sebuah disain riset disusun demi memihak pada “situated knowledge” khas feminis?
- Publikasi dan apresiasi: kita dapat mengatakan adanya “pedagogi feminis” bila selain pengajaran, terdapat sejumlah hasil studi pada taraf skripsi, tesis dan disertasi yang memperlihatkan kuriositas akademik sekaligus pemihakan pada perubahan cara pandang masyarakat. Membandingkan sejumlah karya ilmiah, hasil riset, dan publikasi media, akan memperlihatkan jangkauan pedagogi feminis di negeri ini.
- Pengaruh dan prospek: menarik untuk mengetahui resepsi awam, profesional, keluarga terhadap “isu feminis”. Pada tahap percakapan sehari-hari, adakah idom/konsep feminis terbawa dalam diskursus?
(Rocky Gerung & Dewi Candraningrum)