Parpol Peserta Pemilu 2014 Tidak Serius Siapkan Program Hukum
(7 April 2014)
Jumat 5 April 2014 bertempat di kantor Komisi Hukum Nasional (KHN) berlangsung press conference tentang “Mayoritas Parpol Peserta Pemilu Tidak Serius Siapkan Program Hukum”. Acara yang diadakan oleh KHN bekerja sama dengan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI) dan disiarkan secara langsung oleh Kantor Berita Radio 68H ini menghadirkan anggota KHN, Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dan Ketua Umum ILUNI FHUI (Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia) Melli Darsa, S.H., LL.M sebagai narasumber. Dalam paparannya Frans Hendra Winarta mengatakan mayoritas partai politik peserta pemilu 2014 tak serius menyiapkan program-program hukumnya, ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh KHN bersama ILUNI FHUI dan kantor berita Hukum Online pada periode 25 Februari hingga 28 Maret 2014.
Menurut Frans Hendra memang ada parpol yang menyiapkan program hukumnya, bahkan ada parpol yang telah menyiapkan program hukumnya hingga tahun 2045. Tetapi kebanyakan parpol tidak secara khusus menyiapkan program hukum. Jangankan menyusun program hukum untuk pemilu, sejumlah parpol bahkan tidak memiliki Ketua Badan Hukum di struktur DPP. Frans Hendra juga menyayangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), selaku institusi resmi, yang tidak mengumpulkan visi dan misi serta program-program hukum parpol peserta pemilu seperti pemilihan umum tahun 2009 yang lalu. Dari sini, menurut Frans Hendra, kita bisa melihat dengan jelas salah satu faktor yang membuat parpol tidak mempunyai visi dan konsep yang jelas tentang bagaimana persoalan-persoalan hukum akan di selesaikan.
Frans Hendra juga menambahkan bahwa dia dan tim risetnya telah mengirimkan surat resmi ke sejumlah parpol untuk meminta dokumen dan permohonan wawancara dengan sejumlah parpol, tetapi tidak semua parpol memberi respon positif. Dari 12 parpol nasional peserta pemilu bahkan ada satu parpol yang sampai saat ini belum memberikan dokumen tertulis dan kesediaan untuk diwawancarai untuk menjelaskan program-program hukum parpolnya.
Dalam kesempatan yang sama Melli Darsa yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) dan menaruh perhatian serius pada keterwakilan perempuan di lembaga legislatif ini menduga bahwa tidak adanya respon positif dari sejumlah parpol untuk menjelaskan seputar program hukumnya karena memang mereka tidak memiliki program hukum yang lengkap. Ini membuktikan bahwa parpol lebih peduli pada pencitraan dibandingkan substansi dan program konkret. Lebih lanjut Melli Darsa mengatakan, sebagian besar parpol tidak mempunyai visi dan misi bagaimana menjawab problem-problem hukum yang ada saat ini. Pada pemilu 2014 ini, Melli Darsa menambahkan, ada 981 calon legislatif (caleg) dari total 6.601 caleg Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berlatar belakang pendidikan hukum. Artinya bila dipersentasi hanya ada 14,8 persen saja, jumlah ini tentu saja masih sangat sedikit.
Berdasarkan data yang diolah ILUNI FHUI, PDIP adalah partai yang memiliki jumlah presentase caleg hukum terbanyak dibandingkan dengan parpol lainnya, yakni 20 persen atau 112 dari 560 caleg. Disusul Partai Demokrat dengan 19,8 persen atau 111 dari 560 caleg, kemudian disusul partai-partai lainnya. Melli mengatakan dari caleg-caleg tersebut ada yang berpotensi dan teruji integritasnya, akan tetapi ada juga parpol yang masih mengandalkan muka-muka lama yang bercokol di komisi III saat ini. (Hasan Ramadhan)
Menurut Frans Hendra memang ada parpol yang menyiapkan program hukumnya, bahkan ada parpol yang telah menyiapkan program hukumnya hingga tahun 2045. Tetapi kebanyakan parpol tidak secara khusus menyiapkan program hukum. Jangankan menyusun program hukum untuk pemilu, sejumlah parpol bahkan tidak memiliki Ketua Badan Hukum di struktur DPP. Frans Hendra juga menyayangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), selaku institusi resmi, yang tidak mengumpulkan visi dan misi serta program-program hukum parpol peserta pemilu seperti pemilihan umum tahun 2009 yang lalu. Dari sini, menurut Frans Hendra, kita bisa melihat dengan jelas salah satu faktor yang membuat parpol tidak mempunyai visi dan konsep yang jelas tentang bagaimana persoalan-persoalan hukum akan di selesaikan.
Frans Hendra juga menambahkan bahwa dia dan tim risetnya telah mengirimkan surat resmi ke sejumlah parpol untuk meminta dokumen dan permohonan wawancara dengan sejumlah parpol, tetapi tidak semua parpol memberi respon positif. Dari 12 parpol nasional peserta pemilu bahkan ada satu parpol yang sampai saat ini belum memberikan dokumen tertulis dan kesediaan untuk diwawancarai untuk menjelaskan program-program hukum parpolnya.
Dalam kesempatan yang sama Melli Darsa yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) dan menaruh perhatian serius pada keterwakilan perempuan di lembaga legislatif ini menduga bahwa tidak adanya respon positif dari sejumlah parpol untuk menjelaskan seputar program hukumnya karena memang mereka tidak memiliki program hukum yang lengkap. Ini membuktikan bahwa parpol lebih peduli pada pencitraan dibandingkan substansi dan program konkret. Lebih lanjut Melli Darsa mengatakan, sebagian besar parpol tidak mempunyai visi dan misi bagaimana menjawab problem-problem hukum yang ada saat ini. Pada pemilu 2014 ini, Melli Darsa menambahkan, ada 981 calon legislatif (caleg) dari total 6.601 caleg Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berlatar belakang pendidikan hukum. Artinya bila dipersentasi hanya ada 14,8 persen saja, jumlah ini tentu saja masih sangat sedikit.
Berdasarkan data yang diolah ILUNI FHUI, PDIP adalah partai yang memiliki jumlah presentase caleg hukum terbanyak dibandingkan dengan parpol lainnya, yakni 20 persen atau 112 dari 560 caleg. Disusul Partai Demokrat dengan 19,8 persen atau 111 dari 560 caleg, kemudian disusul partai-partai lainnya. Melli mengatakan dari caleg-caleg tersebut ada yang berpotensi dan teruji integritasnya, akan tetapi ada juga parpol yang masih mengandalkan muka-muka lama yang bercokol di komisi III saat ini. (Hasan Ramadhan)