Maraknya Kekerasan Seksual Anak Perempuan oleh Guru Sendiri
Dibalik judul besar tentang konflik internal sebuah partai akhir-akhir ini di berbagai media massa, kita masih menemukan banyak sekali jejak-jejak kekerasan seksual yang menimpa anak-anak perempuan. Siapa yang mengira saat orangtua menitipkan anak-anaknya di sekolah untuk mendapatkan pendidikan yang baik, ternyata dicabuli oleh gurunya sendiri? Di Nganjuk, Jawa Timur, 13 siswi Sekolah Dasar dicabuli guru agama mereka. Bahkan berita lainnya melaporkan, jumlah yang dicabuli ternyata 25 anak. Guru berusia 48 tahun ini mengajar agama Islam di SDN Desa Gandu, Kecamatan Bagor, Nganjuk. Kejadian ini di pagi hari, dimana anak-anak sedang belajar, lalu salah satu diantara mereka dipanggil dan dipangku oleh sang guru dengan alasan akan diberi nilai. Saat anak dipangku, guru agama ini menusuk dengan jarinya ke alat kelamin anak. Akibatnya, ketika 13 anak ini divisum, diantara mereka mengalami lecet di alat kelamin dan robek selaput dara. Usia korban anak-anak ini rata-rata 8 tahun. Sang guru mengancam siswi bila melapor. Beramai-ramai para orang tua dari anak-anak yang mengalami pencabulan ini mendatangi sekolah. Mereka curiga ketika anaknya mengalami sakit saat buang air kecil. Setelah didesak oleh Ibu mereka, anak mengaku bahwa alat kelamin mereka telah ditusuk dengan jari oleh guru agama di sekolah.
Tidak hanya di Nganjuk, Jawa Timur. Di Sumatra, Aceh Singkil, seorang guru SMK mencabuli tujuh siswi. Tidak secara detil bagaimana kekerasan seksual ini terjadi, tetapi pelaku sudah ditangkap polisi setelah diadukan oleh orangtua mereka. Di Jakarta sendiri, seorang siswi SMA di kawasan Utan Kayu jakarta Timur dicabuli guru biologi di sekolahnya. Siswi mengaku telah empat kali dicabuli dan dipaksa melakukan oral. Dalih guru mengajak siswi adalah membicarakan kegiatan sekolah. Siswi dibawa oleh mobilnya dan saat itu sang guru meraba dan menciumi tangannya. Saat dibawa dengan mobil, siswi ternyata dibawa ke kawasan wisata Ancol dan diberi makan piza dan diajak ke parkir mobil yang gelap dan sepi. Saat itulah siswi dipaksa melakukan kegiatan seksual. Tidak hanya di kawasan Ancol, tetapi di kawasan Sentul Bogor, bahkan di rumah guru itu sendiri di kawasan Bekasi, Jawa Barat, saat istrinya tidak ada. Siswi dipaksa membuka baju dan dipaksa melakukan kegiatan seksual berkali-kali. Siswi ini akhirnya memberanikan diri bercerita pada seorang guru di sekolah, tetapi yang terjadi siswi ini mengalami intimidasi dan tekanan dari pihak sekolah. Akhirnya siswi bersama keluarganya melapor ke Polda Metro Jaya. Banyaknya kasus pencabulan anak-anak perempuan di sekolah tentu membuat masyarakat, terutama orang tua menjadi resah.
Koordinator Advokasi dan Jaringan Yayasan Pulih, Vitria Lazzarini menyatakan bahwa anak selalu dituntut kepatuhan total sehingga anak menjadi sulit mengatakan tidak pada pelaku kekerasan yang adalah gurunya sendiri. Karena itu keberanian dan kemampuan mengatakan tidak harus dilatih pada anak, tanpa anak merasa bersalah ketika mengungkapkannya. Mereka pun tidak merasa nyaman mengadu pada orang tua karena takut dimarahi. Oleh karena itu orangtua maupun orang dewasa lainnya, perlu saling menciptakan lingkungan yang melindungi pada si anak. Anak-anak, terutama anak peremluan juga perlu diajarkan seperti apa modus kekerasan seksual dan mereka harus berani untuk menolak, melapor, bahkan membela diri bila ada ancaman fisik.
Ditulis oleh Mariana Amiruddin, disarikan dari Kompas, Jumat 1 Maret 2013 dan Rabu, 6 Maret 2013, http://pontianak.tribunnews.com/2013/03/03/perbuatan-asusila-oknum-guru-berimbas-ke-sekolah,
Tidak hanya di Nganjuk, Jawa Timur. Di Sumatra, Aceh Singkil, seorang guru SMK mencabuli tujuh siswi. Tidak secara detil bagaimana kekerasan seksual ini terjadi, tetapi pelaku sudah ditangkap polisi setelah diadukan oleh orangtua mereka. Di Jakarta sendiri, seorang siswi SMA di kawasan Utan Kayu jakarta Timur dicabuli guru biologi di sekolahnya. Siswi mengaku telah empat kali dicabuli dan dipaksa melakukan oral. Dalih guru mengajak siswi adalah membicarakan kegiatan sekolah. Siswi dibawa oleh mobilnya dan saat itu sang guru meraba dan menciumi tangannya. Saat dibawa dengan mobil, siswi ternyata dibawa ke kawasan wisata Ancol dan diberi makan piza dan diajak ke parkir mobil yang gelap dan sepi. Saat itulah siswi dipaksa melakukan kegiatan seksual. Tidak hanya di kawasan Ancol, tetapi di kawasan Sentul Bogor, bahkan di rumah guru itu sendiri di kawasan Bekasi, Jawa Barat, saat istrinya tidak ada. Siswi dipaksa membuka baju dan dipaksa melakukan kegiatan seksual berkali-kali. Siswi ini akhirnya memberanikan diri bercerita pada seorang guru di sekolah, tetapi yang terjadi siswi ini mengalami intimidasi dan tekanan dari pihak sekolah. Akhirnya siswi bersama keluarganya melapor ke Polda Metro Jaya. Banyaknya kasus pencabulan anak-anak perempuan di sekolah tentu membuat masyarakat, terutama orang tua menjadi resah.
Koordinator Advokasi dan Jaringan Yayasan Pulih, Vitria Lazzarini menyatakan bahwa anak selalu dituntut kepatuhan total sehingga anak menjadi sulit mengatakan tidak pada pelaku kekerasan yang adalah gurunya sendiri. Karena itu keberanian dan kemampuan mengatakan tidak harus dilatih pada anak, tanpa anak merasa bersalah ketika mengungkapkannya. Mereka pun tidak merasa nyaman mengadu pada orang tua karena takut dimarahi. Oleh karena itu orangtua maupun orang dewasa lainnya, perlu saling menciptakan lingkungan yang melindungi pada si anak. Anak-anak, terutama anak peremluan juga perlu diajarkan seperti apa modus kekerasan seksual dan mereka harus berani untuk menolak, melapor, bahkan membela diri bila ada ancaman fisik.
Ditulis oleh Mariana Amiruddin, disarikan dari Kompas, Jumat 1 Maret 2013 dan Rabu, 6 Maret 2013, http://pontianak.tribunnews.com/2013/03/03/perbuatan-asusila-oknum-guru-berimbas-ke-sekolah,