Kuota Perempuan yang Menjadi Pekerjaan Rumah
Perempuan Indonesia boleh berlega hati karena publik sekarang sudah tidak lagi menabukan perempuan untuk terjun dalam politik praktis, namun hal tersebut bukan berarti perempuan dapat dengan mudah untuk melenggang ke parlemen. Seperti diketahui kebijakan kuota 30 persen untuk perempuan calon anggota legislatif mulai di berlakukan pada Pemilihan Umum tahun 2009, kini setelah hampir lima tahun berlalu, bagaimanakah kiprah anggota perempuan di parlemen?
Pada tahun 1999 jumlah perempuan yang terpilih sebagai anggota parlemen hanya 9,2 persen dari total jumlah anggota, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 11,81 persen. Peningkatan yang cukup besar terjadi pada pemilu tahun 2009, yaitu menjadi 18 persen. Namun ternyata dari angka tersebut belum cukup untuk membawa perubahan yang besar di parlemen. Ini dibuktikan oleh hasil beberapa survei yang di lakukan oleh lembaga survei, 62,5 persen responden menyatakan ketidakpuasannya atas kinerja mereka di parlemen.
Kemudian ada juga beberapa sektor strategis yang menjadi sorotan publik, salah satunya adalah soal pekerja migran. Enam dari sepuluh responden menyatakan tidak puas atas upaya perempuan anggota parlemen dalam menghasilkan perundang-undangan yang melindungi para perempuan pekerja migran, bahkan kinerja perempuan anggota legislatif untuk memajukan pendidikan di Indonesia juga masih dianggap kurang oleh sebagian responden.
Karena itu, tidaklah heran jika sebagian masyarakat bersikap pesimistis terhadap kualitas perempuan anggota DPR hasil pemilu tahun 2014. Di satu sisi, tidak adanya kaderisasi yang memadai terhadap perempuan caleg diragukan mampu menghasilkan perempuan politisi yang tangguh, di sisi lain sistem persaingan suara terbanyak juga dapat menghambat kandidat perempuan yang cakap tetapi tidak punya modal untuk kampanye.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Harian Kompas, Senin 30 September 2013)
Jurnal Perempuan memiliki Bundel Kliping setiap bulan dari berbagai surat kabar. Kliping ini berisi tentang isu-isu perempuan yang telah kami kategorisasi. Apabila Anda berminat dengan Kliping kami silakan hubungi: [email protected] atau 021 – 8370 2005
Pada tahun 1999 jumlah perempuan yang terpilih sebagai anggota parlemen hanya 9,2 persen dari total jumlah anggota, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 11,81 persen. Peningkatan yang cukup besar terjadi pada pemilu tahun 2009, yaitu menjadi 18 persen. Namun ternyata dari angka tersebut belum cukup untuk membawa perubahan yang besar di parlemen. Ini dibuktikan oleh hasil beberapa survei yang di lakukan oleh lembaga survei, 62,5 persen responden menyatakan ketidakpuasannya atas kinerja mereka di parlemen.
Kemudian ada juga beberapa sektor strategis yang menjadi sorotan publik, salah satunya adalah soal pekerja migran. Enam dari sepuluh responden menyatakan tidak puas atas upaya perempuan anggota parlemen dalam menghasilkan perundang-undangan yang melindungi para perempuan pekerja migran, bahkan kinerja perempuan anggota legislatif untuk memajukan pendidikan di Indonesia juga masih dianggap kurang oleh sebagian responden.
Karena itu, tidaklah heran jika sebagian masyarakat bersikap pesimistis terhadap kualitas perempuan anggota DPR hasil pemilu tahun 2014. Di satu sisi, tidak adanya kaderisasi yang memadai terhadap perempuan caleg diragukan mampu menghasilkan perempuan politisi yang tangguh, di sisi lain sistem persaingan suara terbanyak juga dapat menghambat kandidat perempuan yang cakap tetapi tidak punya modal untuk kampanye.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Harian Kompas, Senin 30 September 2013)
Jurnal Perempuan memiliki Bundel Kliping setiap bulan dari berbagai surat kabar. Kliping ini berisi tentang isu-isu perempuan yang telah kami kategorisasi. Apabila Anda berminat dengan Kliping kami silakan hubungi: [email protected] atau 021 – 8370 2005