Kontroversi Sunat Perempuan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah organisasi massa Islam menolak pelarangan sunat perempuan dan meminta rumah sakit serta puskesmas untuk melayani permintaan sunat perempuan. Pernyataain ini muncul sebagai tanggapan beredarnya surat Direktur Bina Kesehatan Masyarakat tanggal 20 April 2006 tentang larangan sunat perempuan.
Sementara itu, Fatayat NU, organisasi perempuan di bawah Nahdlatul Ulama menyebutkan bahwa sunat perempuan tidak ada dalam Al-Quran atau hadist nabi.
Muzaenah Zain, Ketua Bidang Kesehatan dan Lingkungan Hidup Fatayat NU, menyebutkan bahwa sunat di dalam Islam hanya disarankan untuk laki-laki. Sunat laki-laki terbukti baik untuk kesehatan. Sedangkan sunat perempuan, menurut dia, hanya merupakan produk budaya dan tidak ada khasiat bagi kesehatan.
Sejak tahun 2012, Amnesti internasional minta Pemerintah Indonesia menerapkan undang-undang yang melarang segala bentuk sunat kelamin perempuan. Ada kekhawatiran jika sunat perempuan membenarkan dan mendorong mutilasi kelamin perempuan. Efek fisik dari mutilasi kelamin perempuan dapat termasuk rasa sakit, shock, pendarahan, kerusakan pada organ sekitar klitoris dan labia serta infeksi. Efek jangka panjang termasuk infeksi kronis kepada saluran kemih, batu dalam kandung kemih dan uretra, kerusakan ginjal, infeksi saluran reproduksi akibat terhambatnya aliran menstruasi, infeksi panggul, infertilitas, jaringan parut yang berlebihan, keloid (dibangkitkan, berbentuk tidak teratur, semakin memperbesar bekas luka) dan kista dermoid.
(Ditulis oleh Khanifah, disarikan dari www.tempo.co dan www.sehatnews.com, Kamis, 24 Januari 2013)