Islam Indonesia dan Kebudayaan
(23 Juni 2014)
(23 Juni 2014)
Kamis (19/6) berlangsung seminar “Islam Indonesia dan Kebudayaan” yang diselenggarakan oleh Universitas Paramadina bekerja sama dengan LP3ES dan Sadra International Institute. Seminar yang menjadi bagian dari International Conference on Thought on Human Sciences in Islam (IC-THuSI) yang akan digelar pada November mendatang ini diselenggarakan di Auditorium Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina dan menghadirkan lima pembicara yakni Prof. Dr. Abdul Hadi WM (Universitas Paramadina), Dr. Phil. Dewi Candraningrum (Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan), Prof. Dr. Hj. Amany Lubis MA (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Pipip A. Rivai Hasan Phd. (Universitas Paramadina) dan Dr. Husain Heriyanto (IC-THuSI).
Dalam paparannya Abdul Hadi menjelaskan bahwa kebudayaan Islam adalah gambaran dan pandangan hidup yang didasarkan pada tauhid. Islam Indonesia yang dicirikan sebagai Islam mazhab Syafi’i memiliki kecenderungan sufistik yang kuat. Dan tasawuf mempunyai peran penting dalam pembentukan budaya Islam Indonesia. Lebih lanjut Abdul Hadi mengatakan Islam Indonesia bukan Islam periferal karena memiliki kekhasan sendiri dalam budaya dan aspek lain. Amany Lubis yang membawakan makalah berjudul Tantangan Islam Indonesia dalam Kebudayaan berpendapat bahwa mengkaji Islam Indonesia adalah juga mengkaji perubahan sosial masyarakat. Dan tantangan yang dihadapi saat ini antara lain adalah neo kolonialisme dan revolusi, kajahatan transnasional, regionalisme dan militerisme, serta tidak ada lagi kesadaran kolektif. Sehingga beberapa solusi yang menurutnya dapat ditawarkan adalah lewat resepsi agama dalam budaya, menghapus keterbatasan pada akses terhadap kehidupan dan membangun keadilan sosial dan ekonomi umat.
Sementara Dewi Candraningrum yang membahas tentang tubuh sosial dalam praktik berjilbab masyarakat Indonesia menjelaskan bahwa tubuh sosial adalah tubuh yang dibayangkan, diimajinasikan, didefinisikan oleh masyarakat modern. Praktik-praktik kebertubuhan adalah sesuatu yang dibayangkan, diimajinasikan, juga ketika kita memberikan makna pada jilbab. Antara pemakai dan jilbab ada ruang percakapan yang sifatnya personal dan tidak hanya politis atau ideologis. Jilbab merupakan bagian dari perjumpaan makna, diberi dan memberi makna, jilbab tidak titik, tetapi koma. (Anita Dhewy)
Dalam paparannya Abdul Hadi menjelaskan bahwa kebudayaan Islam adalah gambaran dan pandangan hidup yang didasarkan pada tauhid. Islam Indonesia yang dicirikan sebagai Islam mazhab Syafi’i memiliki kecenderungan sufistik yang kuat. Dan tasawuf mempunyai peran penting dalam pembentukan budaya Islam Indonesia. Lebih lanjut Abdul Hadi mengatakan Islam Indonesia bukan Islam periferal karena memiliki kekhasan sendiri dalam budaya dan aspek lain. Amany Lubis yang membawakan makalah berjudul Tantangan Islam Indonesia dalam Kebudayaan berpendapat bahwa mengkaji Islam Indonesia adalah juga mengkaji perubahan sosial masyarakat. Dan tantangan yang dihadapi saat ini antara lain adalah neo kolonialisme dan revolusi, kajahatan transnasional, regionalisme dan militerisme, serta tidak ada lagi kesadaran kolektif. Sehingga beberapa solusi yang menurutnya dapat ditawarkan adalah lewat resepsi agama dalam budaya, menghapus keterbatasan pada akses terhadap kehidupan dan membangun keadilan sosial dan ekonomi umat.
Sementara Dewi Candraningrum yang membahas tentang tubuh sosial dalam praktik berjilbab masyarakat Indonesia menjelaskan bahwa tubuh sosial adalah tubuh yang dibayangkan, diimajinasikan, didefinisikan oleh masyarakat modern. Praktik-praktik kebertubuhan adalah sesuatu yang dibayangkan, diimajinasikan, juga ketika kita memberikan makna pada jilbab. Antara pemakai dan jilbab ada ruang percakapan yang sifatnya personal dan tidak hanya politis atau ideologis. Jilbab merupakan bagian dari perjumpaan makna, diberi dan memberi makna, jilbab tidak titik, tetapi koma. (Anita Dhewy)