Husein Muhammad: Tidak Tepat Jika Homoseksual Disamakan dengan Sodomi
(15 Agustus 2014)
Menyamakan homoseksual dengan perilaku sodomi tidaklah sepenuhnya tepat. Relasi seksual kaum nabi Luth berbeda dengan apa yang dinamakan homoseksual. Penjelasannya terdapat pada Q.S. Al-A’raf ayat 80-81 dan diperkuat oleh al-Thabari. Demikian dikatakan Husein Muhammad, komisioner Komnas Perempuan pada acara Sarasehan Bersama Jaringan dan Halal Bi Halal “Seksualitas, Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi Perempuan dalam Perspektif Agama” bertempat di Hotel Loji Solo, Kamis (14/8/2014). Acara yang dihelat oleh Talita Kum bersama SPEK-HAM mengundang berbagai elemen masyarakat diantaranya para tokoh agama, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Lehhamas Aisyiyah, Jejer Wadon, LPH-YAPHI dan LSM yang bergerak di isu perempuan dan anak.
Selain Husein Muhammad, pembicara lain adalah Reny Kristiyanti dari Talita Kum yang membawakan makalah berjudul Penghargaan atas Orientasi seksual, Identitas Gender, Tubuh dan Ekspresi Individu (SOGIEB) Bagian dari Keberagaman Seksualitas. Selain memaparkan definisi, Reny juga mengetengahkan hasil penelitian-penelitian diantaranya tentang Seksualitas dan Relasi Kuasa yang bersumber dari Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS).
Sementara Pendeta Stephen Suleeman mengetengahkan tentang Seksualitas, Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Bagi Perempuan dalam Perspektif Agama. “Masih ada anggapan masyarakat bahwa seseorang yang belum menikah dianggap tidak seharusnya mengalami masalah dengan kesehatan seksual dan reproduksi,”paparnya. Stephen juga mengemukakan bagaimana pemahaman agama Kristen yang umumnya menganggap LBGT secara negatif. Pemahaman tersebut membangkitkan rasa bersalah pada diri LGBT dan keterasingan serta penolakan yang sangat mendalam.
Direktur SPEK-HAM, Endang Listiyani yang menjadi pembicara terakhir memaparkan tentang perangkat hukum yang tidak berpihak kepada Transgender di antaranya pada UU Perkawinan (UU No.1/1974) yang masih menentukan dua gender saja, yakni laki-laki dan perempuan sebagai identitas. Pada PP No. 54/2007 tentang Adopsi secara tegas disebutkan bahwa orang tua yang mengadopsi tidak boleh pasangan homoseksual. Masalah diskriminasi LGBT di lingkup pekerjaan masih terjadi dengan adanya kasus di berbagai tempat.
Menurut Yophi Swasti Kawedar, koordinator panitia, tujuan diselenggarakannya sarasehan adalah untuk mengenalkan isu LGBT ke pelbagai lapisan masyarakat. Isu ini pun beberapa kali pernah diangkat dalam lingkup komunitas Jejer Wadon dan SPEK-HAM. “Ini acara pertama yang kami selenggarakan secara luas dengan peserta kelompok masyarakat yang lebih beragam,” pungkas Yophi. (Astuti Parengkuh)
Selain Husein Muhammad, pembicara lain adalah Reny Kristiyanti dari Talita Kum yang membawakan makalah berjudul Penghargaan atas Orientasi seksual, Identitas Gender, Tubuh dan Ekspresi Individu (SOGIEB) Bagian dari Keberagaman Seksualitas. Selain memaparkan definisi, Reny juga mengetengahkan hasil penelitian-penelitian diantaranya tentang Seksualitas dan Relasi Kuasa yang bersumber dari Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS).
Sementara Pendeta Stephen Suleeman mengetengahkan tentang Seksualitas, Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Bagi Perempuan dalam Perspektif Agama. “Masih ada anggapan masyarakat bahwa seseorang yang belum menikah dianggap tidak seharusnya mengalami masalah dengan kesehatan seksual dan reproduksi,”paparnya. Stephen juga mengemukakan bagaimana pemahaman agama Kristen yang umumnya menganggap LBGT secara negatif. Pemahaman tersebut membangkitkan rasa bersalah pada diri LGBT dan keterasingan serta penolakan yang sangat mendalam.
Direktur SPEK-HAM, Endang Listiyani yang menjadi pembicara terakhir memaparkan tentang perangkat hukum yang tidak berpihak kepada Transgender di antaranya pada UU Perkawinan (UU No.1/1974) yang masih menentukan dua gender saja, yakni laki-laki dan perempuan sebagai identitas. Pada PP No. 54/2007 tentang Adopsi secara tegas disebutkan bahwa orang tua yang mengadopsi tidak boleh pasangan homoseksual. Masalah diskriminasi LGBT di lingkup pekerjaan masih terjadi dengan adanya kasus di berbagai tempat.
Menurut Yophi Swasti Kawedar, koordinator panitia, tujuan diselenggarakannya sarasehan adalah untuk mengenalkan isu LGBT ke pelbagai lapisan masyarakat. Isu ini pun beberapa kali pernah diangkat dalam lingkup komunitas Jejer Wadon dan SPEK-HAM. “Ini acara pertama yang kami selenggarakan secara luas dengan peserta kelompok masyarakat yang lebih beragam,” pungkas Yophi. (Astuti Parengkuh)