Fenomena Calon Anggota Legislatif Perempuan
Semakin dekatnya pemilihan calon anggota legislatif pada tahun 2014 mendatang, partai politik masih cenderung memilih perempuan calon anggota legislatif secara terburu-buru, terutama demi memenuhi kuota 30 persen. akibatnya, banyak perempuan caleg dalam daftar caleg tetap yang belum berpengalaman dan belum matang dalam berpolitik praktis, demikian diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari dalam diskusi Hasil Pemetaan dan Kajian Cepat Keterwakilan Perempuan dalam DCT DPR-RI. Menurut Dian Kartikasari, pemenuhan kuota 30 persen dalam DCT untuk DPR sudah cukup memadai.
Dari total 6.619 caleg, 4.152 (63 persen) dalah laki-laki dan 2.467 (37 persen) perempuan. Mereka diusung oleh 12 parpol di 33 provinsi dalm 77 daerah pemilihan, dari sekian banyak caleg perempuan tersebut banyak yang belum berpengalaman atau belum matang dalam berpolitik. Kondisi ini terjadi karena parpol memilih mereka secara terburu-buru, hanya demi memenuhi kuota 30 persen. yang lebih menyedihkan lagi sebagian caleg perempuan itu adalah istri-istri dari politisi (laki-laki) yang aktif di partai, sehingga mengesankan adanya politik dinasti di setiap partai politik di Indonesia.
Bahkan di daerah-daerah, perempuan yang mencalonkan menjadi caleg umumnya diambil dari mereka yang memiliki basis dukungan massa yang kuat, seperti guru, pendeta, ustazah, pimpinan majelis taklim, atau bidan desa. Karena belum berpengalaman berpolitik, mereka harus bekerja keras dan cepat belajar poltik agar terpilih dalam pemilu dan menjadi legislator yang baik. Dunia politik di Indonesia, masih sangat maskulin, pekerjaan di partai politik ataupun rapat-rapat kerap dilakukan pada malam hari. Di beberapa wilayah, perempuan tak mudah keluar pada malam hari. Akibatnya, kader perempuan dianggap tidak loyal dan terhambat dalam berpolitik. Karenanya perempuan calon anggota legislatif harus berupaya lebih keras untuk bisa menghadapi tantangan dan mengatasi hambatan tersebut.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Harian Kompas, Jum’at 11 Nomber 2013)
Jurnal Perempuan memiliki Bundel Kliping setiap bulan dari berbagai surat kabar. Kliping ini berisi tentang isu-isu perempuan yang telah kami kategorisasi. Apabila Anda berminat dengan Kliping kami silakan hubungi: [email protected] atau 021 – 8370 2005
Dari total 6.619 caleg, 4.152 (63 persen) dalah laki-laki dan 2.467 (37 persen) perempuan. Mereka diusung oleh 12 parpol di 33 provinsi dalm 77 daerah pemilihan, dari sekian banyak caleg perempuan tersebut banyak yang belum berpengalaman atau belum matang dalam berpolitik. Kondisi ini terjadi karena parpol memilih mereka secara terburu-buru, hanya demi memenuhi kuota 30 persen. yang lebih menyedihkan lagi sebagian caleg perempuan itu adalah istri-istri dari politisi (laki-laki) yang aktif di partai, sehingga mengesankan adanya politik dinasti di setiap partai politik di Indonesia.
Bahkan di daerah-daerah, perempuan yang mencalonkan menjadi caleg umumnya diambil dari mereka yang memiliki basis dukungan massa yang kuat, seperti guru, pendeta, ustazah, pimpinan majelis taklim, atau bidan desa. Karena belum berpengalaman berpolitik, mereka harus bekerja keras dan cepat belajar poltik agar terpilih dalam pemilu dan menjadi legislator yang baik. Dunia politik di Indonesia, masih sangat maskulin, pekerjaan di partai politik ataupun rapat-rapat kerap dilakukan pada malam hari. Di beberapa wilayah, perempuan tak mudah keluar pada malam hari. Akibatnya, kader perempuan dianggap tidak loyal dan terhambat dalam berpolitik. Karenanya perempuan calon anggota legislatif harus berupaya lebih keras untuk bisa menghadapi tantangan dan mengatasi hambatan tersebut.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Harian Kompas, Jum’at 11 Nomber 2013)
Jurnal Perempuan memiliki Bundel Kliping setiap bulan dari berbagai surat kabar. Kliping ini berisi tentang isu-isu perempuan yang telah kami kategorisasi. Apabila Anda berminat dengan Kliping kami silakan hubungi: [email protected] atau 021 – 8370 2005