Mungkin orang berpikir penjara itu sadis. Penjara itu tempat orang-orang yang jahat. Begitupun pemikiran saya ketika Polisi Reserse Polda Metro Jaya menangkap saya karena kepemilikan narkotika jenis sabu dan melemparkan saya ke rumah tahanan di Polda Metro Jaya. Kejadian itu terjadi pada 18 Juli 2016. Ketika pertama kali kaki ini melangkah, satu pernyataan yang terlontar ke ibu polisi di sana, “Bu, nanti di dalam saya akan mendapat pukulan?”. Lalu, ibu itu ketawa seolah-olah itu hal yang tidak mungkin terjadi di penjara. Dan ternyata kita di penjara tidak mungkin pukul-pukulan. Dua orang tahanan cantik menyambut kedatangan saya. Mereka adalah asisten para polisi jaga di sana, biasa disebut korpe. Salah satu dari mereka memakai bandana dan membawa gunting menghampiri saya. “Wah, saya mau diapain nih?” dalam hati berbicara sendiri. Dia, sebut saja namanya Puspa, semakin mendekati saya. Dia menanyakan “Namanya siapa?”. Saat saya menjawab nama saya, Puspa berjongkok di depan saya dan menyentuh celana panjang merah yang saya kenakan, lalu berkata, “Di sini gak boleh pakai celana panjang. Jadi, celana kamu harus digunting jadi pendek”. Mulut saya langsung membentuk huruf O. Jadi, itu fungsi guntingnya. Setelah celana saya menjadi pendek, asisten polisi lainnya, sebut saja namanya Eza, berparas cantik dengan muka oval, sipit, dengan tinggi 172 cm dan rambut lurus sebahu, tiba-tiba menarik saya. Ia menyuruh saya untuk duduk di sebelahnya. Dia berkata, “Kamu jangan takut. Di sini gak ada yang galak kok. Semuanya baik. Dulu waktu pertama aku sampai sini juga mikir seperti itu. Tapi ternyata enggak, kok.” Dalam hati saya bicara sendiri lagi, “Baik kok ada di penjara, sih?” Tapi ternyata memang rata-rata yang saya temukan baik. Hanya saja mereka melakukan kesalahan yang melanggar hukum Indonesia. Sama seperti saya yang sekarang ada di sini karena melanggar hukum di Indonesia. Jadi, orang yang ada di sini belum tentu semuanya jahat. Kami hanya melakukan kesalahan yang akan kami perbaiki di sini. Pernah berada di gedung yang bentuk gedungnya U? Yang setiap lantainya terdapat 16 kamar: 6 kamar di sisi kanan, 6 kamar di sisi kiri, dan 4 kamar di tengah menghadap sisi kanan dan kiri. Pintu masuk terdapat di sebelah kanan lalu dilanjut dengan kamar pertama yang mana adalah kamar para korpe. Kamar dimana celana saya digunting menjadi pendek oleh Puspa. Berlanjut kamar dan kamar lagi dimana para tahanan menghabiskan waktunya. Satu kamar biasa berisi 3 sampai 5 orang. Saya diantarkan Puspa ke kamar saya. Di sana saya berkenalan dengan dua orang lainnya. Karena masih di bawah pengaruh putus zat, biasa disebut basian, saya pun langsung terlelap tanpa berkenalan dengan yang lainnya lagi. Ketika terbangun ternyata saya sudah tidur hampir 12 jam. Saat itu sudah pukul 8 pagi keesokan harinya. Dengan jiwa yang masih terkejut saya terbangun dengan perasaan sedih yang mendalam. Masih kesal sama polisi dan penyidik yang menangkap saya. Kenapa sih muka dan gayanya itu kaya penjambret? Gak ada yang gantengan apa ya? Cara mereka menangkap saya juga kaya mau jambret handphone. Eh, ternyata memang si penyidik lah yang menjambret seluruh kebebasan saya. Sumpah! Masih kesal bercampur menyesal dan sedih. Kalau saja saya tidak mau ketemu sama orang itu (si temen yang nunjuk saya biar tenggelam). Dia minta tolong kepada saya dan menitipkan sebuah amplop, yang ternyata berisi sabu. Dia menyuruh saya menunggu untuk ‘pakai’ sabu bareng. Setelah ditungguin, dia malah gak tahu kemana. Yang datang justru polisi. Asu! Bener-bener Asu banget! Kesel sih. Sebel banget. Sempat dendam kesumat. Tapi saya sudah gak dendam seiring berjalannya waktu tiga tahun ini. Semua perasaan tertekan, frustasi, kesal, sebal, sampai sedih banget sudah hilang sedikit-sedikit digantikan dengan perasaan yang mau menerima keadaan. Saya memilih mendekatkan diri pada Tuhan. Walaupun dalam keadaan susah, sekarang saya sudah bisa menjalaninya tanpa resah dan mengeluh. Untuk saya, penjara adalah salah satu tempat pembelajaran kehidupan yang pelajarannya gak ada di sekolah umum. Catatan: Tulisan ini merupakan hasil karya dari narapidana perempuan yang mengikuti kelas menulis #SURATPROJECT #SuaraPerempuanDariBalikSekat yang diselenggarakan oleh Jurnal Perempuan, LBH Masyarakat, Magdalene.co, dan Konde.co di dalam Lapas. Nama penulis yang tercantum adalah nama pena yang telah disetujui secara sadar oleh para Narapidana, dimana kami selaku penyelenggara program sebelumnya telah memberikan informasi dalam lembar persetujuan publikasi.
Comments are closed.
|
AuthorKumpulan Cerpen Archives
October 2024
Categories |