Undangan Menulis
TOR JP106
Tenggat 5 Agustus 2020
Tenggat 5 Agustus 2020
Perempuan Pekerja Migran
Latar Belakang
Oktober 2018, pemerintah Arab Saudi mengeksekusi mati seorang perempuan pekerja rumah tangga (PRT) migran Indonesia Tuti Tursilawati di Kota Ta'if, tanpa notifikasi atau pemberitahuan resmi kepada perwakilan Pemerintah Indonesia, baik KBRI Riyadh maupun KJRI Jeddah. Berdasarkan data Migrant Care, 72% pekerja migran yang terancam hukuman mati adalah perempuan. Tuti adalah salah satu dari sekian banyak kisah pahit perempuan pekerja migran Indonesia. Wajah pekerja migran di Indonesia adalah perempuan dan kemiskinan.
Secara global, setengah dari orang-orang bermigrasi adalah perempuan. Di tahun 2017, sebesar 47 persen dari penduduk yang bermigrasi adalah perempuan. Pekerja migran Indonesia pada tahun 2019 mencapai 276.553 orang, yang terdiri dari 85.316 laki-laki, dan 191.237 perempuan. Lima negara tujuan pekerja migran Indonesia dengan jumlah penempatan terbesar yaitu Malaysia, Taiwan, Hong Kong, Singapore, dan Arab Saudi (BP2MI 2019).
Selain motif ekonomi dan kemiskinan di negara pengirim, banyaknya perempuan yang menjadi pekerja migran juga disebabkan oleh tingginya permintaan tenaga kerja “khas perempuan” di negara penerima, seperti sektor kerja perawatan dan kerja domestik. Saat ini, lebih banyak perempuan bermigrasi untuk mencari pekerjaan sebagai pengasuh anak, perawat, pembantu rumah tangga, bahkan menjadi pekerja seks. 31.244% pekerja migran Indonesia pada tahun 2019 bekerja di sektor rumah tangga/ Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sementara itu, di tahun 2018, hampir sepertiga (28,8%) dari total pekerja migran Indonesia yang mencari nafkah di luar negeri bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sementara 19,1% lainnya merupakan tenaga perawat (caregiver) (BP2MI 2019).
Peraturan perundangan-undangan Indonesia yang melindungi pekerja migran masih sangat terbatas. Ketiadaan perlindungan hukum yang spesifik untuk pekerja rumah tangga migran dan masih berlakunya hukuman mati di Indonesia menjadi batu sandungan bagi diplomasi pekerja migran yang divonis hukuman mati di luar negeri. Tahun 2019, Menteri Ketenagakerjaan Indonesia mengeluarkan Permenaker No. 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Dua tahun sebelumnya, pemerintah mengesahkan UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang merupakan penguatan dari aturan sebelumnya yakni UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Permenaker No.9/2019 dan UU No.18/2017 memuat tentang peran negara dalam tata kelola migrasi (sebelum penempatan, selama penempatan, dan setelah penempatan) - yang sebelumnya didominasi oleh pihak swasta. Meski demikian, peraturan perundang-undangan masih belum cukup untuk menyelesaikan masalah pekerja migran Indonesia yang kompleks dan membutuhkan berdimensi gender.
Pekerja migran perempuan yang umumnya bekerja di sektor domestik rentan mengalami beragam bentuk eksploitasi dan kekerasan. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat bahwa sepanjang tahun 2019, sebanyak 660 pekerja migran mengadukan kasus gaji tidak dibayar. Perempuan pekerja migran mengalami berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan sejak persiapan pengiriman, saat bekerja, hingga kembali ke tanah air, mulai dari penipuan, pemerasan, pemalsuan dokumen, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hingga perdagangan manusia. Di sepanjang tahun 2019, Migrant CARE mengidentifikasi ragam kerentanan yang dialami oleh pekerja migran Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi mayoritas dialami pekerja migran perempuan (80%). Kasus terbesar adalah terperangkap dalam praktek perdagangan orang (21%) disusul permasalahan kontrak kerja (18%) dan penipuan (17%). Kasus-kasus lain yang signifikan adalah terjebak dalam skema migrasi non-prosedural (13%), mengalami kekerasan fisik (12%) dan kekerasan seksual (9%). Migrant CARE juga mencatat adanya kerentanan baru yang dihadapi pekerja migran perempuan, yaitu terjebak dalam aksi ekstremisme kekerasan (3%) dan terdampak situasi konflik di negara bekerja (1%). Angka-angka tersebut hanya merupakan fenomena gunung es, situasi yang sebenarnya dipastikan lebih banyak.
Jurnal Perempuan edisi ke-106 akan mengangkat tema Pekerja Perempuan Migran. Edisi ini akan mendorong studi-studi feminis terkait isu perempuan migran untuk mendorong munculnya diskursus kritis akan pentingnya dimensi keadilan gender dalam pemajuan dan perlindungan hak para perempuan pekerja migran Indonesia.
Keterangan Jurnal Perempuan
Jurnal Perempuan merupakan jurnal publikasi ilmiah yang terbit setiap tiga bulan dengan menggunakan sistem peer review (mitra bestari). Jurnal Perempuan mengurai persoalan perempuan dengan telaah teoretis hasil penelitian dengan analisis mendalam dan menghasilkan pengetahuan baru. Perspektif JP mengutamakan analisis gender dan metodologi feminis dengan irisan kajian multi dan interdisipliner.
Jurnal Perempuan telah terakreditasi secara nasional dengan peringkat SINTA 2. Semua tulisan yang dimuat di JP104 akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diunggah di website www.indonesianfeministjournal.org.
Tenggat Tulisan
Seluruh tulisan pada 5 Agustus 2020 dikirim melalui:
http://indonesianfeministjournal.org/index.php/IFJ/about/submissions, dengan terlebih dahulu
membuat akun penulis JP. Jika mengalami kesulitan, dapat menghubungi Pemred [email protected]
Pedoman Publikasi Ilmiah Jurnal Perempuan
Amnesty International (AI) 2010, Left Without a Choice: Barriers to Reproductive Health in Indonesia, diakses pada 5 Maret 2016, jam 21.10WIB,http://www2.ohchr.org/english/bodies/cedaw/docs/ngos/AmnestyInternational_for_PSWG_en_Indonesia.pdf
Dhewy, A 2014, “Faces of Female Parliament Candidates in 2014 General Election”, Indonesian Feminist Journal, vol. 2 no. 2, h. 130-147.
“Sukinah Melawan Dunia” 2014, KOMPAS, 18 Desember, diakses 20 Desember 2014, http://nasional.kompas.com/read/2014/12/18/14020061/Sukinah.Melawan.Dunia
Kesediaan Anda sangat membantu visi kami memberdayakan perempuan, merawat pengetahuan dan mewujudkan kesetaraan di Indonesia.
Oktober 2018, pemerintah Arab Saudi mengeksekusi mati seorang perempuan pekerja rumah tangga (PRT) migran Indonesia Tuti Tursilawati di Kota Ta'if, tanpa notifikasi atau pemberitahuan resmi kepada perwakilan Pemerintah Indonesia, baik KBRI Riyadh maupun KJRI Jeddah. Berdasarkan data Migrant Care, 72% pekerja migran yang terancam hukuman mati adalah perempuan. Tuti adalah salah satu dari sekian banyak kisah pahit perempuan pekerja migran Indonesia. Wajah pekerja migran di Indonesia adalah perempuan dan kemiskinan.
Secara global, setengah dari orang-orang bermigrasi adalah perempuan. Di tahun 2017, sebesar 47 persen dari penduduk yang bermigrasi adalah perempuan. Pekerja migran Indonesia pada tahun 2019 mencapai 276.553 orang, yang terdiri dari 85.316 laki-laki, dan 191.237 perempuan. Lima negara tujuan pekerja migran Indonesia dengan jumlah penempatan terbesar yaitu Malaysia, Taiwan, Hong Kong, Singapore, dan Arab Saudi (BP2MI 2019).
Selain motif ekonomi dan kemiskinan di negara pengirim, banyaknya perempuan yang menjadi pekerja migran juga disebabkan oleh tingginya permintaan tenaga kerja “khas perempuan” di negara penerima, seperti sektor kerja perawatan dan kerja domestik. Saat ini, lebih banyak perempuan bermigrasi untuk mencari pekerjaan sebagai pengasuh anak, perawat, pembantu rumah tangga, bahkan menjadi pekerja seks. 31.244% pekerja migran Indonesia pada tahun 2019 bekerja di sektor rumah tangga/ Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sementara itu, di tahun 2018, hampir sepertiga (28,8%) dari total pekerja migran Indonesia yang mencari nafkah di luar negeri bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sementara 19,1% lainnya merupakan tenaga perawat (caregiver) (BP2MI 2019).
Peraturan perundangan-undangan Indonesia yang melindungi pekerja migran masih sangat terbatas. Ketiadaan perlindungan hukum yang spesifik untuk pekerja rumah tangga migran dan masih berlakunya hukuman mati di Indonesia menjadi batu sandungan bagi diplomasi pekerja migran yang divonis hukuman mati di luar negeri. Tahun 2019, Menteri Ketenagakerjaan Indonesia mengeluarkan Permenaker No. 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Dua tahun sebelumnya, pemerintah mengesahkan UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang merupakan penguatan dari aturan sebelumnya yakni UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Permenaker No.9/2019 dan UU No.18/2017 memuat tentang peran negara dalam tata kelola migrasi (sebelum penempatan, selama penempatan, dan setelah penempatan) - yang sebelumnya didominasi oleh pihak swasta. Meski demikian, peraturan perundang-undangan masih belum cukup untuk menyelesaikan masalah pekerja migran Indonesia yang kompleks dan membutuhkan berdimensi gender.
Pekerja migran perempuan yang umumnya bekerja di sektor domestik rentan mengalami beragam bentuk eksploitasi dan kekerasan. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat bahwa sepanjang tahun 2019, sebanyak 660 pekerja migran mengadukan kasus gaji tidak dibayar. Perempuan pekerja migran mengalami berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan sejak persiapan pengiriman, saat bekerja, hingga kembali ke tanah air, mulai dari penipuan, pemerasan, pemalsuan dokumen, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hingga perdagangan manusia. Di sepanjang tahun 2019, Migrant CARE mengidentifikasi ragam kerentanan yang dialami oleh pekerja migran Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi mayoritas dialami pekerja migran perempuan (80%). Kasus terbesar adalah terperangkap dalam praktek perdagangan orang (21%) disusul permasalahan kontrak kerja (18%) dan penipuan (17%). Kasus-kasus lain yang signifikan adalah terjebak dalam skema migrasi non-prosedural (13%), mengalami kekerasan fisik (12%) dan kekerasan seksual (9%). Migrant CARE juga mencatat adanya kerentanan baru yang dihadapi pekerja migran perempuan, yaitu terjebak dalam aksi ekstremisme kekerasan (3%) dan terdampak situasi konflik di negara bekerja (1%). Angka-angka tersebut hanya merupakan fenomena gunung es, situasi yang sebenarnya dipastikan lebih banyak.
Jurnal Perempuan edisi ke-106 akan mengangkat tema Pekerja Perempuan Migran. Edisi ini akan mendorong studi-studi feminis terkait isu perempuan migran untuk mendorong munculnya diskursus kritis akan pentingnya dimensi keadilan gender dalam pemajuan dan perlindungan hak para perempuan pekerja migran Indonesia.
Keterangan Jurnal Perempuan
Jurnal Perempuan merupakan jurnal publikasi ilmiah yang terbit setiap tiga bulan dengan menggunakan sistem peer review (mitra bestari). Jurnal Perempuan mengurai persoalan perempuan dengan telaah teoretis hasil penelitian dengan analisis mendalam dan menghasilkan pengetahuan baru. Perspektif JP mengutamakan analisis gender dan metodologi feminis dengan irisan kajian multi dan interdisipliner.
Jurnal Perempuan telah terakreditasi secara nasional dengan peringkat SINTA 2. Semua tulisan yang dimuat di JP104 akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diunggah di website www.indonesianfeministjournal.org.
Tenggat Tulisan
Seluruh tulisan pada 5 Agustus 2020 dikirim melalui:
http://indonesianfeministjournal.org/index.php/IFJ/about/submissions, dengan terlebih dahulu
membuat akun penulis JP. Jika mengalami kesulitan, dapat menghubungi Pemred [email protected]
Pedoman Publikasi Ilmiah Jurnal Perempuan
- Artikel merupakan hasil kajian dan riset yang orisinal, otentik, asli dan bukan merupakan plagiasi atas karya orang atau institusi lain. Karya belum pernah diterbitkan sebelumnya.
- Artikel merupakan hasil penelitian, kajian, gagasan konseptual, aplikasi teori, ide tentang perempuan, LGBT, dan gender sebagai subjek kajian.
- Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, sejumlah 10-15 halaman (5000-7000 kata), diketik dengan tipe huruf Calibri ukuran 12, Justify, spasi 1, pada kertas ukuran kwarto dan atau layar Word Document.
- Sistematika penulisan artikel disusun dengan urutan sebagai berikut: Judul komprehensif dan jelas dengan mengandung kata-kata kunci. Judul dan sub bagian dicetak tebal dan tidak boleh lebih dari 15 kata. Nama ditulis tanpa gelar, institusi, dan alamat email dicantumkan di bawah judul. Abstrak ditulis dalam dua bahasa: Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia secara berurutan dan tidak boleh lebih dari 100-150 kata, disertai 3-5 kata kunci. Pendahuluan bersifat uraian tanpa sub bab yang memuat: latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, dan metode penelitian. Metode Penelitian berisi cara pengumpulan data, metode analisis data, serta waktu dan tempat jika diperlukan. Pembahasan disajikan dalam sub bab-sub bab dengan penjudulan sesuai dalam kajian teori feminisme dan atau kajian gender seperti menjadi ciri utama JP. Penutup bersifat reflektif atas permasalahan yang dijadikan fokus penelitian/kajian/ temuan dan mengandung nilai perubahan. Daftar Pustaka yang diacu harus tertera di akhir artikel.
- Catatan-catatan berupa referensi ditulis secara lengkap sebagai catatan tubuh (body note), sedangkan keterangan yang dirasa penting dan informatif yang tidak dapat disederhanakan ditulis sebagai Catatan Akhir (endnote).
- Penulisan Daftar Pustaka adalah secara alfabetis dan mengacu pada sistem Harvard Style, misalnya (Arivia 2003) untuk satu pengarang, (Arivia & Candraningrum 2003) untuk dua pengarang, (Candraningrum, Dhewy & Pratiwi 2016) untuk tiga pengarang, dan (Arivia et al. 2003) untuk empat atau lebih pengarang. Contoh:
Amnesty International (AI) 2010, Left Without a Choice: Barriers to Reproductive Health in Indonesia, diakses pada 5 Maret 2016, jam 21.10WIB,http://www2.ohchr.org/english/bodies/cedaw/docs/ngos/AmnestyInternational_for_PSWG_en_Indonesia.pdf
Dhewy, A 2014, “Faces of Female Parliament Candidates in 2014 General Election”, Indonesian Feminist Journal, vol. 2 no. 2, h. 130-147.
“Sukinah Melawan Dunia” 2014, KOMPAS, 18 Desember, diakses 20 Desember 2014, http://nasional.kompas.com/read/2014/12/18/14020061/Sukinah.Melawan.Dunia
- Kepastian pemuatan diberitahukan oleh Pemimpin Redaksi dan atau Sekretaris Redaksi kepada penulis. Artikel yang tidak dimuat akan dibalas via email dan tidak akan dikembalikan. Penulis yang dimuat kemudian akan mendapatkan dua eksemplar JP cetak.
- Penulis wajib melakukan revisi artikel sesuai anjuran dan review dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari.
- Hak Cipta (Copyright): seluruh materi baik narasi visual dan verbal (tertulis) yang diterbitkan JP merupakan milik JP. Pandangan dalam artikel merupakan perspektif masing-masing penulis.
Kesediaan Anda sangat membantu visi kami memberdayakan perempuan, merawat pengetahuan dan mewujudkan kesetaraan di Indonesia.