Oleh: Mariana Amiruddin
(Dewan Redaksi Jurnal Perempuan)

Pisah sambut dimulai oleh Gadis Arivia sebagai Pendiri YJP yang menceritakan tentang perjalanan panjang organisasi YJP dan tak luput dari “jatuh-bangun” karena sebagaimana LSM lain yang sangat bergantung pada pendanaan dari lembaga donor. Menurutnya LSM seringkali lupa bahwa ada aspek-aspek lainnya yang perlu diperhatikan yaitu manajemen dan keuangan yang biasanya kita tidak ahli di bidang tersebut tetapi kemudian kita dipaksa untuk belajar. Gadis berharap pergantian kepemimpinan dapat membawa Jurnal Perempuan semakin matang dengan penguatan aspek-aspek tersebut di usia YJP yang tahun ini beranjak menuju 18 tahun. Gadis Arivia mempersilakan Mariana Amiruddin sebagai Direktur Eksekutif dan Pemimpin Redaksi sebelumnya (2008-2013) untuk memberikan sambutan acara pisah sambut ini. Mariana adalah lulusan S2 Program Studi Kajian Wanita UI, menyatakan bahwa sejak usia yang masih muda sekali sudah diberikan tanggungjawab kepemimpinan dan menurutnya dalam usia tersebut menjadi pemimpin sama sekali bukan wilayah aman, setiap saat selalu menghadapi tantangan. Namun Mariana mengatakan, tantangan-tantangan dan kondisi tidak aman itulah yang membuatnya terdorong untuk semakin semangat membenahi organisasi. Dan saat ini YJP perlu dilanjutkan dengan kepemimpinan baru untuk lebih maju dan independen, dan karena itu Mariana berpikir bahwa periode kepemimpinannya juga sudah harus selesai. Mariana menginginkan organisasi perempuan bisa memberikan contoh pergantian kepemimpinan yang sehat dengan demikian menunjukkan organisasi yang sehat.
Dalam sesi tersebut Mariana memanggil Nazmiyah Sayuti sebagai Direktur Eksekutif YJP yang baru untuk memberikan sambutan. Ia biasa dipanggil “Mbak Nana”, dan sejak 8 tahun terakhir berkegiatan dalam bidang international development dengan kekhususan tata kelola dan kebijakan publik dengan bidang lintas sektor lingkungan, pembangunan daerah dan gender. Sebelumnya bekerja selama 13 tahun dalam bidang industri keuangan. Bersama Jurnal Perempuan ke depan Nazmiyah ingin mengembangkan kegiatan wirausaha sosial dalam bidang pendidikan gender di masyarakat Indonesia dalam kondisi dinamika urban dan global. Dalam sambutannya sebagai Direktur yang baru, Nazmiyah menyampaikan bahwa pada tahun 2011 sempat mendengar bahwa YJP akan tutup dan pada waktu itu yang ada dipikirannya adalah, “apa yang bisa saya bantu untuk YJP?” Nazmiyah mendiskusikan hal tersebut kepada teman-temannya dan di tahun 2014 ini Nazmiyah mendapatkan jawabannya, “Saya harus mempersiapkan fase “landing” (tinggal landas) organisasi ini.”
Selanjutnya pengukuhan kepada Ketua Pembina yaitu Melli Darsa yang menyampaikan “sometimes we build something. But how we make it sustainable?” Melli mengurai bahwa banyak ketergantungan organisasi pada persona yang berlebihan, dan persona itu memang hebat. Dia pandai, pintar, dan agak susah mencari penggantinya. Itulah yang menjadi tantangan bagi semua eksekutif, dan begitu juga bagi Yayasan Jurnal Perempuan. Dan tentu saja sustainable itu sangat membutuhkan kemandirian atau independensi, ketidakbergantungan, kemampuan untuk selalu maju. Bagaimanapun Jurnal Perempuan sebagai sebuah publikasi, tetapi yang juga mengandung nilai aktivisme, dan menurut Melli, tetap profesionalisme itu harus ada. Melli berharap bahwa kesediaan dirinya sebagai Ketua Pembina dapat memberikan perspektif yang baru dan membantu sustainable YJP melalui sahabat-sahabat korporasi. Bahwa gerakan kesetaraan gender menurutnya sudah cukup berhasil, sehingga sudah harus menjadi kebijakan global yang perlu diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan dan menjadi program Corporate Social Responsibility (CSR) dan artinya kesetaraan gender telah menjadi mainstream, dan itu adalah suatu keberhasilan dan harus ditolong dengan pemikiran-pemikiran yang maju. Melli juga berharap Nazmiyah sebagai Direktur yang baru dapat menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Terakhir adalah Pemimpin Redaksi yang baru, Dewi Candraningrum yang menyusul Mariana Amiruddin. Dewi sangat kompeten di bidang gender dan feminisme. Ia lulusan doktor dari Jerman dan seorang dosen di Universitas Muhamadiyah Solo. Dewi mengatakan bahwa tidak ada yang membuat ia terkesima dan tergila-gila selain pengetahuan dan ingin menghibahkan hidupnya untuk pengetahuan di Jurnal Perempuan.
Tubuh Perempuan dan Ekologi
Diskusi Tubuh Perempuan an Ekologi dimulai dari Rocky Gerung dengan memulai bahwa Sahabat Jurnal Perempuan adalah rumah untuk memelihara ethics. Jurnal Perempuan yang ditulis dengan kekuatan argumentasi sebetulnya tidak sekedar untuk dibaca oleh seorang akademisi atau menjadi koleksi seorang profesor atau peneliti. Tetapi dimaksudkan untuk merawat akal sehat publik, jadi feminisme itu sebetulnya bukan soal kecerdasan akademik, tetapi kecerdasan ethics. Rocky telah membaca daftar anggota SJP yang keempatratus sekian dengan berlatar belakang profesi yang beragam, ada dosen, ada ibu rumah tangga. Ibu Maria Farida misalnya mencoba untuk mempertahankan “cahaya etik” di Mahkamah Konstitusi tetapi dirongrong terus oleh struktur patriarki di situ. Ada Ibu Syamsiah yang telah dikenal dalam sejarah hidupnya, mengedarkan feminisme sampai ke 2/3 bagian dunia melalui institusi internasional dan sebuah resolusi untuk menyampaikan satu hal: bahwa feminism is equal to justice.
Martha Tilaar menyampaikan bahwa globalisasi tidak berarti jika tidak disertai dengan pemahaman akan local wisdom. Manusia harus membina hubungan baik dengan sesama manusia, dan alam disekitarnya. Menurutnya kekayaan alam sudah semestinya dimanfaatkan dengan bijak. Bisnis yg melibatkan alam harus mengusahakan pelestarian lingkungan. “Kita harus mengubah persepsi kita. Perempuan harus berdaya. Perempuan harus berkontribusi bersama.” Kemudian Rocky Gerung menyambut dengan mengatakan “Cantik itu hanya setipis kulit, tapi yg setipis itu bisa menghijaukan lahan. Kita sebut dia itu Marta Tilaar”.
Dewi Candraningrum menyambung diskusi ini dengan menyampaikan, pandangan dunia akan selalu kembali pada identitas ekologi dan ekologi akan menanyakan kepada kita, bagaimana kita bicara pada segelas air, kepada semut, semangkuk nasi atau tahi yang kita keluarkan setiap pagi hari. Feminis menulis tentang kepapaan modenitas itu berangkat dari kegilaan orang-orang modern yang tidak terhubungkan dengan alamnya “The Madness of Modern Man”. The unconsiouss relationship between human being, between civilization and the nature ini memicu manusia menjadi gila dimana kita membuat kategori-kategori, kemudian apa-apa yang disekitar kita hanyalah sekedar instrumentalisasi ego manusia. Jadi sesungguhnya bila kita kembali pada local wisdom atau sabda alam bahwa di sekitar kita ada juga kampung air yang ada di hutan, ada di sungai ciliwung, ada di lautan. Sungguhkah dan sudahkah kita berbicara kepada air? Kita selalu berbicara “tentang air” yang hanya dijadikan sebagai instrumen dari seluruh keakuan dunia manusia. Kemudian kampung hewan, ada catatan kehilangan hutan tropis paling mutakhir di dunia dan Indonesia dan Amazon ada di titik yang paling kritis akibat kapitalisasi manusia yang tidak hanya mengganggu kehidupan manusia seperti kepemilikan atas lahan, tetapi juga 3000 spesies hilang mulai dari mamalia, reptilia, amphibia dan pertanyaan besar kita termasuk bagaimana mengembalikan lebah, dan kita tidak hanya kehilangan hewan-hewan tersebut tetapi juga “biologi university” yang ada di hutan kita itu sekarang hilang. Kesaksian dan pencobaan serta neraka-neraka yang kita ciptakan sekarang tidak berawal dari sesuatu yang jauh di luar kita, tetapi dimulai dari akal kita. Apakah hidup kita kemudian jauh lebih bahagia dari sebelumnya?
Tema-tema dalam Gathering SJP selalu ditampilkan secara menarik dan penuh kejutan. Suksesi dan Ekologi menjadi pilihan tema kali ini, dan melalui kegiatan Gathering SJP telah terjalin hubungan antar profesi yang menciptakan sebuah komunitas Jurnal Perempuan sebagai bagian dari tujuan gerakan perempuan. Semoga bermanfaat.
Jakarta 4 Maret 2014