Oleh: Ming Ming Lukiarti, SE, MM (Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng - Rembang) [email protected] Pergerakan perempuan dalam aksi tolak tambang pabrik semen di Rembang berperan sangat penting karena mereka selalu menjadi garda paling depan dalam setiap aksi. Perempuan-perempuan yang terdiri dari warga desa sekitar rencana lokasi tambang pabrik semen di Rembang ini mayoritas adalah sebagai petani. Mereka adalah ibu-ibu rumah tangga yang dalam kesehariannya bekerja membantu suami bekerja di sawah dan ladang. Rencana penambangan dan pendirian pabrik semen di Rembang membuat warga khawatir akan risiko dan dampak buruk yang mengancam sumber mata air mereka. Terutama para petani perempuan, mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air untuk mengairi sawah, ternak dan kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan memasak. Karena mereka sebagai perempuan juga ikut bertanggungjawab terhadap kebutuhan sehari-hari. Rencana lokasi tambang berada pada gunung Watuputih yang terletak di desa Tegaldowo, Timbrangan, Pasucen dan Kajar. Dalam penelitian Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1998 disebutkan bahwa perbukitan Gunung Watuputih merupakan bentang alam karst dengan fenomena khas berupa lapies, gua kering dan berair dan lembah kering. Formasi ini terdiri dari batu gamping dolomitan, dengan organisme pembentuknya terutama ganggang, koral, dan foraminifera, yang terbentuk pada lingkungan laut dangkal pada zaman Pliosen. Pergerakan Masyarakat Rembang dari berbagai desa baik itu di sekitar rencana lokasi tambang dan pabrik atau yang jauh dari rencana lokasi bergabung dalam satu jaringan yang menamakan dirinya Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng di Rembang (JM-PPK Rembang). Berdirinya kelompok ini tidak terlepas dari peranan perempuan karena ketua koordinator utamanya adalah juga seorang perempuan. Dalam jaringan ini ada kelompok-kelompok yang disebut paguyuban di masing-masing desa, tiap desa memiliki nama paguyubannya sendiri. Perempuan yang terdiri mulai dari remaja sampai ibu-ibu mengadakan pertemuan rutin untuk membahas agenda pergerakan dan penguatan kapasitas. Dalam setiap pertemuan mereka mendatangkan tokoh perempuan yang bersedia berbagi ilmu pengetahuan kepada mereka guna penguatan kapasitas dalam pergerakan. Mulai dari berbagai keterampilan mengolah hasil bumi menjadi penganan yang menarik sampai pada belajar mengenai dampak dan risiko bencana yang akan timbul apabila gunung watuputih ditambang. Setiap kegiatan mereka adakan secara sukarela dan swadaya, para pembicara juga hadir secara sukarela. Mereka sadar betul akan bahaya tambang semen yang mengancam kelestarian lingkungan hidup dan masa depan anak cucu mereka.
Tambang Ancaman Bagi Perempuan Tidak jauh dari rencana lokasi tambang semen di kecamatan Gunem ada beberapa penambangan yang sudah beroperasi lama. Kawasan penambangan berada pada desa Tahunan kecamatan Sale Kabupaten Rembang. Ada beberapa perusahaan tambang yang beroperasi dan menjadi contoh nyata penyumbang kerusakan baik itu kerusakan alam, kesehatan maupun moral. Kerusakan alam berupa matinya beberapa sumber mata air dan menurunnya debit mata air yang berada tidak jauh dari lokasi penambangan. Debu dari polusi truk pengangkut batu beterbangan dan menutupi daun-daun pada tanaman yang berakibat pada rusaknya tanaman petani dikarenakan tanaman yang tertutup debu tidak bisa berfotosintesis dengan sempurna. Selain itu debu juga membuat sesak nafas. Ancaman yang mengerikan adalah tentang virus HIV/AIDS. Paling tinggi angka penderita HIV/AIDS adalah di kecamatan Sale yang merupakan kawasan pertambangan. Di Sale sering terjadi protes warga karena mulai menjamurnya kafe-kafe dan warung remang-remang. Disitulah diduga awal mula penyebaran virus HIV/AIDS. Hal ini tidak jauh beda seperti kasus di Sekotong Lombok Nusa Tenggara Barat. Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Nusa Tenggara Barat Soeharmanto mengatakan tambang rakyat berpotensi menjadi daerah penyebaran HIV dan AIDS. Pasalnya kawasan itu diduga juga menjadi lahan bagi wanita pekerja seks. Kasus HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Rembang dari tahun 2004-2013 mencapai angka 149 kasus. Grafiknya cenderung naik dari tahun ke tahun. Dan yang mengerikan, dari 149 penderita, 80 diantaranya dinyatakan meninggal dunia. Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang, penderita HIV/AIDS tersebar di seluruh Kecamatan. Mulai dari Kecamatan Sale yang memiliki jumlah penderita paling banyak dengan 21 kasus, Kragan 19 kasus, Lasem 17 kasus, Rembang 16 kasus, Pamotan 12 kasus, dan Sumber 11 kasus. Untuk Kecamatan Sluke, Pancur, dan Kaliori masing-masing sembilan kasus. Sulang dan Gunem sama-sama 7 kasus. Kecamatan Sarang 6, Sedan 5, dan Bulu hanya satu kasus. Khusus tahun 2013 sampai dengan bulan September diketahui ada 29 kasus, 13 penderita di antaranya berasal dari kalangan Ibu Rumah Tangga. Sangat menyedihkan jika melihat banyak perempuan menjadi korban akibat kultur sosial yang berubah akibat keberadaan perusahaan tambang. Pelanggaran Hukum dan Dampak Bagi Perekonomian Warga Rencana Pendirian dan penambangan pabrik semen di Rembang terus berjalan, PT. Semen Indonesia masih terus menjalankan prosesnya, begitu juga dengan PT.SIR, dan PT. GMM serta menyusul Bosowa, meskipun sudah ada penolakan keras dari warga sekitar dan aktivis lingkungan. Rencana pendirian pabrik semen tersebut didukung oleh pemerintah Kabupaten Rembang. Ijin Usaha Lokasi Penambangan yang sudah dikantongi oleh Semen Indonesia masuk dalam kawasan Cekungan Air Tanah Watuputih yang merupakan kawasan lindung geologi, hal tersebut sangat jelas tertuang dalam Perda No 14 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Rembang tahun 2011 pasal 19. Serta tertuang dalam Perda No 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah pasal 63 yang menyatakan bahwa Cekungan Air Tanah Watuputih Merupakan Kawasan Lindung imbuhan air. Letak titik koordinat Cekungan Air Tanah Watuputih telah disebutkan dalam Keppres RI No 26 tahun 2011. Pemerintah selalu mengatakan bahwa rencana penambangan dan pendirian pabrik semen ini akan meningkatkan perekonomian daerah melalui peningkatan PAD, namun semua itu belum tentu benar, mari kita berhitung seberapa besar kerugian yang akan diderita jika kerusakan alam akibat penambangan pabrik semen terjadi. Dalam Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Rembang menyebutkan bahwa berdasarkan catatan pertumbuhan ekonomi tahun 2011 di Rembang adalah 4,4%. Sumbangan sektor pertanian adalah 44,75%, sektor perdagangan 17,38% dan paling kecil adalah sektor pertambangan sebesar 1,67%. Sumbangan sektor pertanian masih menempati nilai tertinggi, hampir mencapai 50%, ini berarti sumbangsih dari sektor pertanian sangat mempengaruhi perekonomian di Rembang. Bayangkan saja jika sektor pertanian mati, lantas apa yang akan terjadi pada kabupaten ini? Separuh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan hilang. Akan tetapi sebaliknya jika sektor pertambangan dihapuskan maka PAD hanya berkurang 1,67%, angka tersebut bisa ditutupi dari usaha ekonomi kerakyatan. Jika pemerintah mau memberdayakan warga eks karyawan tambang dalam kegiatan ekonomi kerakyatan sesuai dengan kemampuan dan sumber yang ada, maka angka 1,67% tersebut mudah saja dikejar, daripada harus mempertaruhkan sektor pertanian yang menyumbang 44,75%. Dari potensi yang ada, pemerintah harus jeli memperhatikan segala keperluan untuk memajukan usaha pertanian. Penambangan hanya akan menimbulkan perusakan alam, apalagi jika dilakukan dikawasan lindung. Umur ekonomis perusahaan tambang sangat terbatas, berbeda dengan umur ekonomis lahan produktif pertanian yang tidak terbatas. Pelestarian Kawasan Karst Bukti-bukti lapangan semakin menguatkan bahwa Kawasan karst Gunung Watuputih harus dilindungi terkait temuan-temuan ratusan mata air , gua dan sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit bagus. Proses produksi semen akan berpotensi merusak sumber daya air yang berperan sangat penting bagi kehidupan warga sekitar dan juga warga Rembang dan Lasem yang menggunakan jasa PDAM (PDAM mengambil mata air yang bersumber dari gunung Watuputih). Dalam data temuan JM-PPK Rembang ada 49 gua dan 109 mata air yang berada dekat pada rencana lokasi penambangan. Pelestarian kawasan karst Watuputih sebagai tulang punggung kebutuhan air masyarakat Rembang merupakan hal penting yang perlu diperjuangkan. Save the Karst.
mahardika usman
23/4/2014 11:08:34 am
Saya sangat prihatin...krn saya adalah salah satu perempuan yg dilahirkan di pamotan rembang. Saya jg kepingin kembali bersama berjuang dgn perempuan yg ada d rmbang. Ktk saya plg sy prihatin ada cafe2 benak saya bgmn cara mrk mendapat info keshtan khususx Hiv/aids. Tlg no kontak dgn siapa saya bs sharring dgn lembaga/ klpk yg bs sy temui. Ini no kntak saya 081358448627.
ana mei
28/4/2014 02:25:13 am
Saya adalah pengajar di salah satu PTS di Jakarta. Sangat menarik, saat membaca tulisan ini. Dan memang sebagai kontrol atas kebijakan ataupun peraturan daerah harus ada lembaga swadaya masyarakat yang mengkritisi kebijakan tersebut. Action yang riil sangat dibutuhkan. Apalagi saat disebut nama Kota Kab Rembang di situ, yg sama-sama satu kota karesidenan dengan tempat saya dibesarkan yaitu Pati, secara moral saya mendukung dan salut dengan gerakan yang kritis dan memiliki konsep yang jelas. Comments are closed.
|
AuthorDewan Redaksi JP, Redaksi JP, pemerhati masalah perempuan Jurnal Perempuan terindeks di:
Archives
July 2018
|