Bias Gender dan Perilaku Korup
Sudah saatnya korupsi yang masih marak terjadi di Indonesia diberantas melalui pendekatan multidimensi secara tegas. Lagu lama pemberantasan korupsi dengan kampanye kepada istri pejabat kembali berdengung, dengan itu diusulkan agar seluruh keluarga pejabat negara di beri pemahaman terkait dengan ancaman dan bahaya tindak pidana korupsi. Hal itu perlu dilakukan untuk menekan praktik korupsi di lingkungan pejabat negara yang masih marak, kita tahu tidak sedikit kasus korupsi di negeri ini yang menempatkan istri pejabat sebagai pendukung suami mereka melakukan korupsi.
Sebagai contoh sebut saja Neneng Sri Wahyuni yang bersama suaminya , Nazaruddin, bahu-membahu menggerogoti uang negara dengan korupsi di berbagai bidang proyek pengadaan barang/jasa yang pendanaannya bersumber dari APBN. Atau, istri-istri Djoko Susilo tersangka kasus pengadaan alat simulator SIM, hingga perempuan-perempuan di sekeliling Fathanah tersangka kasus suap daging sapi. Dari beberapa kasus itu masyarakat masih menyayangkan minimnya tindakan KPK atau penegak hukum untuk berani dan tegas menjerat istri pejabat yang terbukti korupsi meski sudah ada bukti mereka terlibat aktif dalam kejahatan yang dilakukan para suami mereka.
Terlepas dari berbagai upaya untuk menekan laju tindakan korupsi, menurut Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi tidak berkaitan dengan gender, tetapi lebih kepada kultur masyarakat. Jadi sangat aneh jika ada anggapan yang masih bias gender. Adanya common sense dalam masyarakat bahwa patut diduga di balik sosok laki-laki korup, ada seorang istri yang serakah dan penuntut, patut dipertanyakan. Demikian juga sebaliknya ada anggapan bahwa di balik kesuksesan suami dalam berkarier, di belakangnya dipastikan ada istri yang hebat. Jadi tinggal bagaimana sebenarnya cara pandang penegak hukum dalam menyikapi polah korup yang masih marak terjadi di negeri ini.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Media Indonesia Minggu, 15 September 2013)
Jurnal Perempuan memiliki Bundel Kliping setiap bulan dari berbagai surat kabar. Kliping ini berisi tentang isu-isu perempuan yang telah kami kategorisasi. Apabila Anda berminat dengan Kliping kami silakan hubungi: [email protected] atau 021 – 8370 2005
Sebagai contoh sebut saja Neneng Sri Wahyuni yang bersama suaminya , Nazaruddin, bahu-membahu menggerogoti uang negara dengan korupsi di berbagai bidang proyek pengadaan barang/jasa yang pendanaannya bersumber dari APBN. Atau, istri-istri Djoko Susilo tersangka kasus pengadaan alat simulator SIM, hingga perempuan-perempuan di sekeliling Fathanah tersangka kasus suap daging sapi. Dari beberapa kasus itu masyarakat masih menyayangkan minimnya tindakan KPK atau penegak hukum untuk berani dan tegas menjerat istri pejabat yang terbukti korupsi meski sudah ada bukti mereka terlibat aktif dalam kejahatan yang dilakukan para suami mereka.
Terlepas dari berbagai upaya untuk menekan laju tindakan korupsi, menurut Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi tidak berkaitan dengan gender, tetapi lebih kepada kultur masyarakat. Jadi sangat aneh jika ada anggapan yang masih bias gender. Adanya common sense dalam masyarakat bahwa patut diduga di balik sosok laki-laki korup, ada seorang istri yang serakah dan penuntut, patut dipertanyakan. Demikian juga sebaliknya ada anggapan bahwa di balik kesuksesan suami dalam berkarier, di belakangnya dipastikan ada istri yang hebat. Jadi tinggal bagaimana sebenarnya cara pandang penegak hukum dalam menyikapi polah korup yang masih marak terjadi di negeri ini.
(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Media Indonesia Minggu, 15 September 2013)
Jurnal Perempuan memiliki Bundel Kliping setiap bulan dari berbagai surat kabar. Kliping ini berisi tentang isu-isu perempuan yang telah kami kategorisasi. Apabila Anda berminat dengan Kliping kami silakan hubungi: [email protected] atau 021 – 8370 2005