Armida S Alisjahbana: Anak Perempuan Jangan Sampai Ketinggalan
Sudah lama kebijakan pengarusutamaan gender dikeluarkan oleh Presiden RI Abdurrahman Wahid dalam bentuk Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Bagaimanakah praktiknya saat ini? Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menyatakan bahwa implementasi strategi nasional lewat anggaran responsif gender perlu memperhatikan bidang pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia perempuan yang berkualitas di ruang publik. Menurutnya perlu menambah pemberian beasiswa pada siswi yang miskin dan putus sekolah.
Armida S Alisjahbana menyampaikan, implementasi anggaran responsif gender masih terhalang oleh rendahnya komitmen pemimpin, yang menurutnya terlihat dari penyusunan perencanaan dan penganggaran responsif gender yang masih dilakukan individu, bukan institusi. Padahal di bidang pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 84 tahun 2008 telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan pengarusutamaan gender. Armida menambahkan, percepatan implementasi pengarusutamaan gender ini seharusnya tidak hanya pada kementerian dan lembaga saja, melainkan juga pada daerah-daerah di seluruh pelosok nusantara.
Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengungkapkan bahwa terdapat 25% penduduk perempuan usia 15 tahun tidak memiliki ijazah, yang berimbas pada tingkat pertisipasi angkatan kerja perempuan (data Sakernas 2011) hanya mencapai 52,44% dibandingkan laki-laki yang mencapai 84,30%. Armida menekankan strategi percepatan pengarusutamaan gender perlu menambah pelaksanaan program dalam hal meningkatkan pemahaman atau perspektif kesetaraan gender dalam tubuh insitusi negara. Selain itu koordinasi antarinstansi, penguatan hukum dan mekanisme pemantauan, serta penguatan kapasitas instansi pelaksana percepatan gender tersebut.
Memang benar yang dikatakan Armida S Alisjahbana, tanpa pendidikan tinggi, perempuan tidak dapat meningkatkan posisi tawarnya di masyarakat, baik dalam hal kerja, mengambil keputusan maupun memimpin. Ketiadaan pendidikan menjadi rentan bagi perempuan dalam posisi sosial dan ekonomi. Pendidikan menjadi faktor yang kuat untuk memberdayakan perempuan menjalankan kehidupannya.
Ditulis oleh Mariana Amiruddin, disarikan dari Media Indonesia, Rabu 6 Maret 2013, Kompas 6 Maret 2013 dan http://finance.detik.com/read/2013/03/05/111747/2185896/4/menteri-bappenas-soal-pendidikan-perempuan-jangan-mau-kalah-sama-laki-laki
Armida S Alisjahbana menyampaikan, implementasi anggaran responsif gender masih terhalang oleh rendahnya komitmen pemimpin, yang menurutnya terlihat dari penyusunan perencanaan dan penganggaran responsif gender yang masih dilakukan individu, bukan institusi. Padahal di bidang pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 84 tahun 2008 telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan pengarusutamaan gender. Armida menambahkan, percepatan implementasi pengarusutamaan gender ini seharusnya tidak hanya pada kementerian dan lembaga saja, melainkan juga pada daerah-daerah di seluruh pelosok nusantara.
Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengungkapkan bahwa terdapat 25% penduduk perempuan usia 15 tahun tidak memiliki ijazah, yang berimbas pada tingkat pertisipasi angkatan kerja perempuan (data Sakernas 2011) hanya mencapai 52,44% dibandingkan laki-laki yang mencapai 84,30%. Armida menekankan strategi percepatan pengarusutamaan gender perlu menambah pelaksanaan program dalam hal meningkatkan pemahaman atau perspektif kesetaraan gender dalam tubuh insitusi negara. Selain itu koordinasi antarinstansi, penguatan hukum dan mekanisme pemantauan, serta penguatan kapasitas instansi pelaksana percepatan gender tersebut.
Memang benar yang dikatakan Armida S Alisjahbana, tanpa pendidikan tinggi, perempuan tidak dapat meningkatkan posisi tawarnya di masyarakat, baik dalam hal kerja, mengambil keputusan maupun memimpin. Ketiadaan pendidikan menjadi rentan bagi perempuan dalam posisi sosial dan ekonomi. Pendidikan menjadi faktor yang kuat untuk memberdayakan perempuan menjalankan kehidupannya.
Ditulis oleh Mariana Amiruddin, disarikan dari Media Indonesia, Rabu 6 Maret 2013, Kompas 6 Maret 2013 dan http://finance.detik.com/read/2013/03/05/111747/2185896/4/menteri-bappenas-soal-pendidikan-perempuan-jangan-mau-kalah-sama-laki-laki